Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menilai Pasal 111 dan Pasal 112 UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotik menjadi celah korupsi dan upaya pemerasan yang dilakukan aparat penegak hukum. Modusnya adalah menawarkan keringanan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkotik.
"Ya, berpotensi digunakan penegak hukum untuk dijadikan alat tawar," kata Ketua PBHI, Totok Yuliyanto dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (22/2).
Praktik gelap ini, kata dia muncul karena pengguna narkotik didakwakan dengan pasal yang tidak sesuai dengan perbuatanya. Totok menegaskan, penyidik ataupun jaksa menjerat seseorang dengan pasal 111 dan 112 tanpa melihat terlebih dahulu perbuatan tersangka atau terdakwa apakah termasuk pengguna (korban) atau pengedar (memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotik).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sangkaan atau dakwaan yang digunakan adalah Pasal 111 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1), karena ditemukan barang bukti berupa narkotik bukan tanaman di kantong terdakwa/tersangka," jelas dia.
Dengan dua pasal tersebut, penyidik dan jaksa lalu memasukan pidana minimum yang diatur dalam pasal 127 untuk melakukan pemerasan. Sebab, selain diimingi hukuman ringan, pasal ini hanya menuntut rehabilitasi jika penyalah guna merupakan korban dan bukan pengedar.
"Jadi bisa dibayangkan umumnya tersangka atau terdakwa minta bantuan jaksa atau polisi untuk membantunya," jelas dia.
Kasus ini kata dia sudah menjadi praktik umum di sistem peradilan di Indonesia. Catatan PBHI menyebutkan, dari 89 kasus yang dilimpahkan ke pengadilan, 30 di antaranya terdapat pengakuan akan adanya praktik ini pada 2016.
Untuk diketahui, Pasal 127 UU No 35 tahun 2009 disebutkan, setiap penyalahguna narkotik golongan I bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 4 tahun. Kemudian, pengguna narkotik golongan II bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 2 tahun. Terakhir, pengguna narkotik golongan III bagi diri sendiri dipidana penjara paling lama 1 tahun.
Jika penyalah guna narkoba terbukti hanya menjadi korban, maka individu terkait wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sesuai isi dari undang-undang tersebut.
Sementara dalam ayat (1) dalam Pasal 111 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotik menyebutkan, orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotik golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar.
Kemudian, ayat (2) pasal 111 mengatakan dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotik golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Dalam ayat (1) Pasal 112 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotik juga dikatakan bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotik golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar.
(pmg)