Lawatan Raja Salman dan Masalah Buruh Migran di Tanah Haram

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Jumat, 03 Mar 2017 09:37 WIB
Raja Salman disambut meriah dan dielu-elukan. Berbanding terbalik dengan perlakuan yang diterima sejumlah buruh migran Indonesia di Arab Saudi.
Keluarga buruh migran meminta Raja Arab Saudi membeskan para TKI yang terancam hukuman mati. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Saya hanya ingin kasus adik saya segera diselesaikan, biar Rusmini bisa pulang, berkumpul lagi dengan keluarga di Indramayu, itu saja. Tidak lebih, tidak kurang." 

Toriq tampak lelah, pandangannya sayu ketika bercerita mengenai nasib adik perempuannya, Rusmini Wati, yang kini menjadi tahanan di Arab Saudi. Berkali-kali Toriq dan keluarganya meminta bantuan kepada pemerintah Indonesia untuk membantu memperjuangkan hak Rusmini.

Pria 42 tahun ini berharap agar adiknya bisa segera kembali ke Indonesia dan dibebaskan dari hukuman atas tuduhan kejahatan yang dianggap tidak masuk akal. Namun,  jauh panggang dari api. Hingga kini Rusmini masih mendekam di penjara di tanah suci itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rusmini divonis hukum pancung oleh pengadilan Arab Saudi. Tuduhannya cukup aneh. Ia dituding telah menggunakan ilmu sihir terhadap keluarga majikannya di Arab Saudi.

"Adik saya dituduh menyantet istri majikannya, kemudian dia divonis pancung, padahal enggak ada bukti," kata Toriq saat ditemui CNNIndonesia.com di Jakarta, Kamis kemarin.

Keluarga Rusmini di Indramayu jelas kaget mendengar kasus hukumnya. Apalagi selama ini Rusmini merupakan sosok yang lugu. Mereka tak percaya Rusmini sampai tega menyakiti orang lain.

"Adik saya hanya orang kampung, tiba-tiba dijerat hukum, orang sekampung gempar," kata Toriq.
Hukuman mati dengan cara dipancung memang sudah dibatalkan. Upaya banding yang diajukan lembaga sosial pembela buruh migran berhasil meringankan hukuman Rusmini menjadi 12 tahun penjara dan hukuman cambuk 1.200 kali.

Bukan cuma soal perkara pidananya yang dipertanyakan. Proses penanganan kasusnya juga diprotes.

Koordinator Solidaritas Perempuan Nisa Yura mengatakan, sejak penyelidikan kasusnya, Rusmini tidak didampingi kuasa hukum atau perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia.

Tak adanya pendampingan ini ditengarai menjadi salah satu faktor vonis pancung yang sempat dijatuhkan pada Rusmini.

Lawatan Raja Salman, Beribu Masalah Buruh Migran Tanah HaramRusmini Wati saat ini dipenjara di Arab Saudi atas tuduhan pembunuhan. Ia sempat divonis hukuman pancung. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Selama menjalani kasus hukum ini juga, Rusmini tidak mendapat bantuan pemulihan kejiwaan.

"Dalam keadaan tertekan, dia (Rusmini) dengan mudah akan membenarkan apapun yang dituduhkan padanya, inilah yang terjadi, tak ada sama sekali pergerakan pemerintah saat itu," kata Nisa.
Berulang kali Rusmini mengalami kekerasan. Bahkan saat ini psikisnya mudah terganggu, Rusmini mengalami trauma besar-besaran akibat berbagai perlakuan buruk yang dia terima saat menjalani hukuman.

Nisa mengatakan, saat ini Solidaritas Perempuan bekerja sama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia terus berjuang agar Rusmini dan semua buruh migran yang mendapat perlakuan tidak adil, segera dibebaskan dari jerat hukuman.

Kisah Rusmini adalah satu dari sekian banyak buruh migran asal Indonesia yang mencoba mencari peruntungan ke tanah haram, Arab Saudi. Namun, bukan peruntungan yang didapat, beberapa di antaranya mendapatkan nasib buruk. 

Sejak 1990-an, Indonesia menjadi negara pengirim buruh migran terbesar ke Arab Saudi. Rendahnya peluang kerja di negeri sendiri menyebabkan sebagian orang rela berbondong-bondong mengadu peruntungan mereka ke negara lain. Negeri kaya minyak seperti Arab Saudi menjadi salah satu pilihan.

Lawatan Raja Salman, Beribu Masalah Buruh Migran Tanah HaramAksi solidaritas menentang eksekusi mati TKI di Arab Saudi di depan Kedutaan Arab Saudi, Jaksel, pada Jumat (17/4). (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Dalam catatan Solidaritas Perempuan, jumlah buruh migran Indonesia di Arab Saudi per akhir tahun 2014 sebanyak 1,01 juta jiwa. Jumlah ini didapat sebelum pemberlakuan kebijakan moratorium atau penghentian pengiriman buruh migran. 
Berdasarkan catatan pada 2008 hingga 2016, sebagian besar buruh migran didominasi oleh perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga. 

Meningkatnya buruh migran yang bekerja di Arab Saudi ini berpengaruh pada banyak duit yang mengalir ke dalam negeri.

Data Pusat Penelitian dan Informasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indoensia (BNP2TKI) menunjukan, hingga Oktober tahun lalu, transfer uang para TKI tersebut mencapai US$7,4 miliar atau senilai Rp97 triliun.

Namun, menggunungnya uang yang masuk ini dinilai Nisa tidak sebanding dengan apa yang diperoleh para pejuang devisa itu.

"Alih-alih sejahtera saat mengadu nasib di negeri orang, justru pemerintah Indonesia sendiri seolah lepas tangan terhadap para buruh migran ini," katanya.

Lawatan Raja Arab, Bagaimana Nasib Pejuang Devisa?

Kunjungan rombongan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al Saud pada 1-9 maret 2017, bisa dibilang adalah momen bersejarah bagi hubungan bilateral Indonesia-Arab Saudi.

Kunjungan dianggap istimewa karena merupakan yang pertama kali sejak lawatan kerajaan terakhir kali pada 1970. Selama kunjungannya, Raja Salman disebut akan menanamkan investasi sebesar US$25 miliar.

Sambutan hangat dan meriah diberikan pemerintah, bahkan masyarakat pun ikut-ikutan merayakan kedatangan yang mulia asal tanah haram ini.

Tak cuma urusan bisnis, Raja penjaga dua kota suci itu juga dijadwalkan pelesiran bersama para pangeran dan rombongannya ke pulau dewata, Bali.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia Hariyanto mengkritik sambutan berlebihan atas lawatan Raja Salman itu.

"Bersolek, berbenah, seakan lupa kalau rakyatnya di sana (Arab Saudi) dicambuk hingga ribuan kali atas tuduhan kejahatan yang tidak masuk akal," kata Hariyanto. 

Hariyanto mengatakan, pemerintah seharusnya lebih gencar dan menjadikan momen kunjungan tersebut untuk menuntut perlindungan pada nasib ribuan buruh migran yang telah mendapatkan perlakukan semena-mena.
"Saya tidak menyalahkan bentuk investasi atau kerja sama yang dilakukan dua negara ini, yang saya tekankan adalah mengapa tidak ada agenda spesifik yang dijadwalkan Presiden atau pemerintah untuk membicarakan persoalan terkait buruh migran," kata Hariyanto.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Presiden Joko Widodo sebenarnya telah menyampaikan pesan kepada Raja Salman soal keberadaan buruh migran asal Indonesia di Arab Saudi. Jokowi bahkan langsung meminta Raja Salman melindungi dan mengayomi WNI di Arab Saudi saat keduanya berbincang-bincang di Istana Kepresidenan Bogor. 

Menanggapi hal itu, Juru Bicara Keluarga Buruh Migran Indonesia Marjaenab menyebut permintaan Jokowi itu hanya ucapan semata, tanpa ada desakan secara tertulis untuk melindungi nasib buruh migran yang terancam hukuman mati.

Lawatan Raja Salman, Beribu Masalah Buruh Migran Tanah HaramRaja Salman dalam kunjungannya di Istana Negara. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
“Pemerintah tidak mendesak Raja Salman agar membebaskan 25 WNI yang terancam hukuman mati dan yang dikriminalisasi di Arab Saudi. Pemerintah Indonesia seharusnya mengajukan MoU yang menjamin perlindungan dan jaminan hak normatif seperti libur, cuti, upah, hak atas dokumen, jam kerja dan sebagainya," kata Marjaenab.

Marjaenab menyebut, buruh migran di Arab Saudi banyak yang tidak mendapat perlindungan ketenagakerjaan. Bahkan mereka tidak mendapatkan perlakuan hukum yang sama dengan majikan. Dia menyebut hal itu membuat tak ada efek jera bagi para majikan.

"Perlindungan terkait ketenagakerjaan bagi buruh migran di Arab Saudi itu tidak ada, makanya permasalahan soal buruh ini semakin tinggi. Seharusnya Pemerintah Indonesia bisa mendesak agar ada kepastian hukum dan jaminan pasti untuk kawan-kawan di Arab Saudi," ujarnya.
Sementara itu Direktur Migran Care Wahyu Susilo menyebut, tidak masalah saat Indonesia dan Arab Saudi menandatangani perjanjian atau MoU terkait investasi dan kerjasama, namun di luar itu harusnya pemerintah juga memiliki agenda berbeda berupa perjanjian yang isinya lebih kepada komitmen dua negara untuk menyelesaikan permasalahan terkait buruh migran di Arab Saudi.

"Saya tidak setuju jika dalam MoU paket ekonomi dimasukan terkait permasalahan buruh migran, ini harus jadi agenda berbeda, dan agenda yang lebih urgen," kata Wahyu.

Wahyu mengatakan, lawatan yang hanya sembilan hari ini harusnya bisa menghasilkan kebijakan yang dapat ditindaklanjuti dan ada aksi operasional terkait penyelesaian permasalahan buruh migran.

"Misalnya para buruh migran yang terancam hukuman mati dibebaskan, ada komitmen dua negara. Investasi masuk, tapi agenda soal nyawa manusia harusnya bisa lebih utama dibanding nilai investasi yang katanya miliaran dollar itu," kata Wahyu. (sur/yul)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER