Tim Teknis e-KTP Beberkan Pertemuan Tim Fatmawati

CNN Indonesia
Kamis, 13 Apr 2017 13:13 WIB
Pertemuan yang melibatkan pengusaha dari konsorsium PNRI dan BPPT itu membahas detail uji petik mulai dari teknologi e-KTP hingga proses perekaman data penduduk
Pertemuan di ruko Fatmawati itu turut melibatkan PNRI dan BPPT. (Antara Foto/Dewi Fajriani)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota tim teknis proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) Tri Sampurno membeberkan pertemuan di ruko Fatmawati, Jakarta. Dalam pertemuan itu, Tri mengaku beberapa kali bertemu dengan kakak dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Dedi Priyono.

Pengakuan itu disampaikan Tri saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (13/4).

"Pertemuan di ruko Fatmawati itu ada Pak Dedi Priyono. Tapi kalau Andi Agustinus tidak pernah lihat," ujar Tri saat memberikan keterangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tri menuturkan, pertemuan di ruko Fatmawati berawal dari undangan konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) yang disampaikan staf  Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Husni Fahmi. Tri yang termasuk staf BPPT bagian perekayasa madya bidang komunikasi itu memenuhi undangan bersama tiga orang staf BPPT lainnya. Saat itu, ia belum menjadi anggota tim teknis proyek e-KTP dari Kementerian Dalam Negeri.

"Dalam pertemuan itu, PNRI menyampaikan keinginan kerja sama untuk mengembangkan sistem e-KTP. Di situ PNRI juga mengusulkan untuk membentuk kelompok kerja," kata dia.
Tri dalam pertemuan itu bertemu sejumlah pengusaha yang termasuk bagian konsorsium PNRI. Ia mengaku sempat dititipi komputer jinjing alias laptop dari Setyo Suhartanto, pegawai yang perusahaannya bergabung dalam konsorsium PNRI. Menurutnya, laptop itu diserahkan pada staf BPPT untuk pengerjaan proyek e-KTP.

Selama pertemuan itu, Tri menjelaskan pengalaman uji petik mulai dari teknologi e-KTP hingga proses perekaman data penduduk. Namun setelah beberapa kali pertemuan, Tri menilai bahwa pertemuan di ruko Fatmawati itu tidak layak dilakukan.

Pasalnya, kata dia, PNRI merupakan pihak swasta yang berencana mengikuti lelang pekerjaan proyek e-KTP dari Kemdagri. Tri mengklaim, selama pertemuan di ruko Fatmawati tidak ada produk atau sistem yang dihasilkan bersama PNRI.

"Jika ini dilanjutkan maka potensi menimbulkan masalah bagi BPPT," ucap Tri.
Dalam dakwaan disebutkan tim Fatmawati beranggotakan sejumlah pengusaha yang menggelar pertemuan di ruko milik Andi di kawasan Fatmawati, Jakarta. Tim Fatmawati di antaranya yakni Jimmy Iskandar, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, dan Kurniawan. Mereka disebut mengusulkan perancangan proyek hingga pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek e-KTP.

Tri pun mengusulkan pada Husni untuk menghentikan pertemuan tersebut. Husni setuju dan tak lagi mengadakan pertemuan dengan PNRI di ruko Fatmawati. Namun tak lama setelah itu, Tri kembali mendapatkan undangan untuk melakukan pertemuan di kantor PNRI di kawasan Salemba, Jakarta.

Saat itu, menurutnya, tim PNRI bermaksud menunjukkan demo sistem e-KTP yang sedang dikembangkan. Tri pun memenuhi undangan tersebut bersama Husni. Di sana Tri juga bertemu dengan Andi.

Terima Uang

Tri mengaku sempat menerima uang sebesar Rp2 juta dari Dedi Priyono dan adiknya, Vidi Gunawan, sepulang dari pertemuan di kantor PNRI. Uang itu diserahkan saat perjalanan pulang. Tri beralasan saat itu sudah larut malam sehingga menumpang mobil Dedi yang searah menuju Cibubur.

"Saya dipaksa terima uang taksi. Awalnya saya tidak mau, tapi akhirnya saya terima," katanya.

Selain menerima uang dari Dedi, Tri juga mengaku pernah menerima uang dari staf pengusaha Yohanes Marlin sebesar US$20 ribu saat akan berangkat ke Amerika Serikat.
Saat itu ia mendapat undangan untuk menerima pemaparan proyek e-KTP bersama tim dari PNRI dan Kemdagri di Amerika Serikat. Namun karena menganggap jumlahnya terlalu besar, Tri menyerahkan uang itu pada Husni.

Selama menjadi anggota tim teknis proyek e-KTP, Tri juga beberapa kali menerima uang dari Husni. Menurutnya, ada honor rutin yang diterima tiap bulan sebesar Rp2 juta. Namun ada pula honor yang hanya sesekali diberikan dengan jumlah sekitar Rp4 juta hingga Rp5 juta.

"Uang dari Pak Husni yang saya ketahui dari Pak Sugiharto. Setahu saya Pak Sugiharto memang sangat concern dengan kami yang kerja siang malam," tuturnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER