Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerbitkan seruan terkait ceramah di rumah ibadah, Jumat (28/4) kemarin. Melalui sembilan poin ketentuan, Lukman meminta para pemuka agama menghindari ujaran kebencian yang berpotensi merusak persatuan masyarakat.
Lukman menuturkan, khotbah di rumah ibadah harus disampaikan penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan agama, yakni melindungi kemanusiaan dan menjaga perdamaian.
Penceramah, kata Lukman, wajib menguasai pengetahuan keagamaan yang bersumber dari ajaran pokok agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ceramah juga harus disampaikan dalam kalimat yang santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, bebas dari umpatan maupun ujaran kebencian yang dilarang agama manapun," ujarnya.
Selain itu, Lukman meminta para penceramah memberikan khotbah yang mendidik. Ia berkata, ceramah itu harus memuat konten antara lain motivasi, pemberdayaan umat, dan penyempurnaan akhlak.
Materi khotbah itu, kata Lukman, tidak boleh mempertentangkan unsur SARA maupun bertentangan dengan konsensus bangsa seperti Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Tidak bermuatan penghinaan, penodaan, pelecehan terhadap keyakinan dan praktik ibadah atau provokasi melakukan tindakan diskriminatif, anarkis dan destruktif," tuturnya.
Dua ketentuan lain yang disebut Lukman adalah larangan khotbah yang berisi kampanye politik praktis atau promosi bisnis serta harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku.
Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis sepakat dengan seruan Lukman itu. Menurutnya, setiap rumah ibadah wajib menyampaikan kebaikandan persatuan.
"Itu sama seperti pedoman dakwah yang dikeluarkan MUI. Dakwah tak boleh menistakan orang lain," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com.Cholil tidak menyangkal, tidak sedikit penceramah di masjid yang menyampaikan persoalan politik atau ekonomi kepada umat. Ia menilai, pengkhotbah tidak boleh terbawa emosi dan berpihak pada kelompok tertentu.
Lebih dari itu, Cholil mendesak pemerintah tak sekedar mengeluarkan seruan tertulis. Ia berkata, seruan itu harus diikuti pengawasan lapangan.
"Harus ada kontrol, evaluasi, dan pemberian sanksi. Jadi kalau ada hal melanggar, pemerintah harus menindak," ucapnya.