Ada 88 Kasus Penodaan Agama Terjadi di Era Reformasi

CNN Indonesia
Jumat, 12 Mei 2017 06:22 WIB
Setara Institute mencatat ada 97 kasus penodaan agama yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1965. Sebanyak 88 kasus di antaranya terjadi pascareformasi 1998.
Setara Institute Mencatat 97 Kasus Penodaan Agama Sejak 1965. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah)
Jakarta, CNN Indonesia -- Setara Institute mencatat ada 97 kasus penodaan agama yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1965. Sembilan kasus penodaan agama terjadi sebelum tahun 1998.

"Ketika reformasi, kasus agama malah semakin masif. Lihat saja setelah reformasi menjadi 88," kata Peneliti Setara Institute dan Dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Halili, di Jakarta kemarin.

Halili menjelaskan, mayoritas kasus penodaan agama itu diselesaikan melalui jalur persidangan. Hanya 21 kasus yang diselesaikan di luar persidangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia merinci, mayoritas kasus yang diselesaikan lewat jalur persidangan juga berbeda-beda putusannya. Bahkan, ada yang dihentikan.

"Delapan kasus divonis ringan, 47 kasus divonis sedang, lima kasus divonis berat," kata Halili.

Artinya kebanyakan terdakwa kasus penodaan agama dijatuhi vonis hukuman sedang, antara satu tahun penjara hingga empat tahun.
Pasal Penodaan agama tertuang dalam Pasal 156a KUHP. Dalam Pasal itu disebutkan: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut Halili, penodaan agama tidak melulu soal orang penistaan agama. "Menginterpretasikan pemahaman baru yang dia pelajari itu dianggap penodaan agama. Itu berpotensi memberangus perbedaan," katanya.

Halili menyebutkan, pasal itu akan menghambat demokrasi di Indonesia. Karena akan mengekang kebebasan berpendapat. Sebab, masyarakat tidak bisa sembarang mengutarakan pendapatnya, dan terpaksa tunduk dengan pandangan orang lain atau mayoritas.

Lebih lanjut Halili menjelaskan, dilihat secara konteks, beberapa kasus penodaan agama terdiri dari motif pelaporan yang berbeda-beda.
Mulai dari persaingan politik, bisnis, dendam, bahkan ada ang berlatar motif percintaan. "Jadi apa saja bisa dilaporkan dengan delik penodaan agama. kertas robek, kasus percintaan misalnya," pungkas Halili.

Sebelumnya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani, juga mengatakan, pasal penodaan agama dalam KUHP telah banyak memakan korban. Beleid tersebut juga kerap digunakan sebagai kepentingan politik atau kelompok tertentu.

Karena itu, Yati mengatakan, vonis hukuman dua tahun penjara untuk terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dapat menjadi momentum untuk mendesak Dewan Perwakilan Rakyat menghapus pasal penodaan agama dalam revisi Undang-Undang KUHP.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER