Jakarta, CNN Indonesia -- Jaringan relawan kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, Safenet mencatat sebanyak 59 orang telah menjadi korban target persekusi atau 'pemburuan' intimidatif pasca bergulirnya kasus penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Gelombang presekusi yang dikenal 'The Ahok Effect' itu muncul terutama setelah Ahok dipidana. Sejak itu pula Safenet mencatat kenaikan drastis pelaporan yang merujuk Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-undang ITE digunakan sebagai pelaporan karena persekusi terjadi di media sosial. Regional Coordinator Safenet Damar Juniarto menyebut tindakan yang terjadi adalah persekusi atau pemburuan atas akun-akun yang dianggap menghina agama atau ulama di media sosial.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Damar mengatakan, angka 59 korban 'The Ahok Effect' itu didapat dari catatan Safenet Sejak Januari hingga Mei 2017. Dari jumlah itu korban terbanyak berasal dari Jawa Barat.
"Kini kalau dilihat-lihat dari sebarannya sudah merata, tidak ada area yang tidak tercover dari persekusi ini," kata Damar di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (1/6).
Menurut Damar, target utama pelaku persekusi adalah netizen yang menulis status di di media sosial semisal Facebook, Twitter dan Instagram. Kebanyakan korban persekusi adalah para pemilik akun yang berkomentar tidak sependapat dengan para pemburu korban.
Contoh kasus yang baru saja terjadi dialami dokter Fiera Lovita yang sehari-hari bertugas di RSUD Kota Solok, Sumatera Barat.
"Postingan miring ini sebuah terminologi yang bebas diartikan oleh para pelaku, bisa saja itu dianggap menghina ulama, agama. Intinya, pelaku tidak suka dengan postingan oleh orang-orang ini," ucap Damar.
Damar mengatakan, korban persekusi bisa menyasar semua kalangan, terutama mereka yang dianggap lemah atau tidak memiliki kekuatan.
"Jumlahnya merata, laki-laki atau perempuan sama saja, yang paling muda 15 tahun," ujarnya.
Pemerintah diminta turun tangan
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawti mendesak pemerintah beserta Komnas HAM dan Kepolisian segera turun tangan menyelesaikan fenomena persekusi tersebut.
Menurut Asfinawti, apa yang dialami oleh Fiera dan korban lainnya adalah hal yang harus ditanggapi secara serius. Persoalan utama yang menurutnya harus diselesaikan adalah mencari aktor intelektual di balik munculnya fenomena persekusi tersebut.
"Yang harusnya dikejar bukan hanya pelaku di lapangan seperti pembajak akun dan memviralkan lagi status orang dan memframing berbeda dari postingan orang yang bersangkutan. Tetapi siapa sebenarnya yang berada di balik ini," kata Asvinawati.
Kasus yang menimpa Fiera Lovita adalah satu dari sekian kasus yang menyita perhatian publik akhir-akhir ini. Ia dan keluarga disebutkan terpaksa dibawa ke Jakarta dari kediamannya di Solok, Sumatera Barat, karena alasan keamanan.
Fiera pergi meninggalkan rumahnya untuk menempuh penerbangan ke Jakarta pada Senin malam (29/5).
Fiera adalah sosok yang belakangan relatif dikenal setelah dirinya mendapat intimidasi lantaran menulis status soal tokoh Front Pembela Islam Rizieq Shihab di akun media sosialnya.