Persekusi Bisa Merusak Citra Polisi

CNN Indonesia
Sabtu, 03 Jun 2017 15:36 WIB
Tindakan persekusi bukanlah delik aduan, melainkan delik hukum. Karena itu, polisi berwenang menindak langsung pelaku persekusi tanpa menunggu adanya laporan.
Aksi Persekusi Dapat Merusak Citra Polisi Bila Terus Dibiarkan. (CNN Indonesia/ Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Persekusi atau 'pemburuan' intimidatif terhadap seseorang pasca bergulirnya kasus penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dapat merusak citra Kepolisian Republik Indonesia (Polri) bila terus dibiarkan.

Menurut Peneliti Institute for Securty and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto persekusi termasuk tindakan kriminal, sehingga polisi wajib menindak tegas para pelakunya.

"Bisa merusak citra Kepolisian bila kepolisian melakukan pembiaran," tutur Bambang kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Sabtu (3/6).
Dampak persekusi, kata Bambang, bisa meluas di masyarakat. Bahkan bisa menimbulkan konflik. Karena itu, polisi harus bereaksi dengan cepat dan tegas demi menjaga nama baiknya sebagai aparat hukum yang bertugas menjaga ketertiban sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tak menutup kemungkinan konflik antarmasyarakat akan terjadi bila Polri tidak tegas menindak pelaku persekusi," ujar Bambang.

Jaringan relawan kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, Safenet mencatat sebanyak 59 orang telah menjadi korban target persekusi. Angka 'The Ahok Effect' itu didapat dari catatan Safenet Sejak Januari hingga Mei 2017. Dari jumlah itu korban terbanyak berasal dari Jawa Barat.

Polisi telah menangkap sejumlah orang yang diduga pelaku persekusi. Kemarin, polisi telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus persekusi terhadap PMA (15) di Cipinang Muara, Jakarta. Mereka adalah AM (22) dan M (57).

Kata Bambang, tindakan polisi menangkap para pelaku persekusi sudah tepat.
Menurutnya, tindakan persekusi bukanlah delik aduan, melainkan delik hukum. Karena itu, polisi berwenang menindak langsung pelaku persekusi tanpa menunggu adanya laporan dari korban.

Tindakan polisi juga dinilai tepat sebagai pembuktian bahwa polisi memiliki wewenang untuk melakukan tindakan atas nama hukum. Bukan ormas atau kelompok tertentu. Bambang menambahkan, hanya polisi pula yang diperkenankan menggunakan kekerasan. Namun, tetap harus sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.

Bambang menyarankan kepada kelompok-kelompok yang melakukan persekusi belakangan ini agar tidak melakukan tindakan sepihak terhadap seseorang yang dinilai menyinggung perasaan.

Lebih baik, kata Bambang, orang tersebut melaporkan kepada kepolisian jika merasa tersingggung dengan pernyataan seseorang di media sosial sesuai dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Seseorang yang tersinggung pada ucapan, tulisan orang lain bisa melaporkan hal tersebut kepada polisi. Bukan dengan bertindak sendiri," ujar Bambang.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER