Dugaan Pemufakatan Jahat Novanto Masih Diselidiki Kejagung

CNN Indonesia
Rabu, 07 Jun 2017 21:43 WIB
Kasus pemufakatan jahat telah diendapkan oleh Kejagung sejak 2016. Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo menjelaskan kasus itu masih dalam tahap penyelidikan.
Jaksa Agung HM Prasetyo Mengatakan Kasus Dugaan Pemufakatan jahat Masih dalam Tahap Penyelidikan. (CNN Indonesia/Joko Panji Sasongko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan, kasus pemufakatan jahat yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto masih dalam proses penyelidikan.

Dia enggan menjelaskan lebih lanjut, tentang nasib kasus tersebut, akan dinaikkan ke tahap penyidikan atau dihentikan.

"Itu (kasus pemufakatan jahat Novanto) masih penyelidikan," ujar Prasetyo di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/6).
Prasetyo menjelaskan, kasus pemufakatan jahat memiliki batasan-batasan, seperti batasan tentang barang bukti dalam suatu kasus pemufakatan jahat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"MK sendiri membuat keputusan bahwa sadapan tidak serta merta menjadi barang bukti," ujarnya.

MK menyatakan, tidak semua pihak dapat melakukan penyadapan. Adapun penyadapan boleh dilakukan jika ada perintah dari penegak hukum.
Dalam kasus dugaan pemufakatan jahat Setya Novanto, salah satu barang bukti yang diajukan adalah rekaman pembicaraan Setya saat bertemu pengusaha Riza Chalid dan Petinggi Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, 8 Juni 2015.

Pada pertemuan itu, Setya diduga mencatut nama Jokowi dan Jusuf Kalla untuk meminta saham Freeport agar perpanjangan kontrak perusahaan asal Amerika ini berjalan mulus.

Kejagung mengusut dugaan pemufakatan jahat itu sejak mencuatnya kasus itu pada Juni 2015. Namun, pada April 2016, Kejagung menghentikan sementara perkara tersebut.

"Kami endapkan dulu. Kalian kan tahu, belum semua yang harus kita periksa ada sekarang ini. Antara lain (karena Riza di luar negeri)," ujar Prasetyo, ketika itu.

Pada September 2016, Setya melawan proses hukum di kejaksaan dengan melakukan gugatan uji materi atas Pasal 88 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 15 tentang pemberantasan UU Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi. MK memenangkan Setya Novanto dalam uji materi itu.

Saat kasus itu mencuat, Setya sempat dicopot dari jabatannya sebagai Ketua DPR dan digantikan oleh Ade Komarudin. Namun setelah menang uji materi di MK, Setya kembali diangkat menjadi Ketua DPR hingga saat ini.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER