Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie berpendapat Rancangan Undang Undang Penyelenggaraan Pemilu tak perlu mengatur
presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden oleh partai politik.
Jimly menyebutkan Indonesia sudah punya mekanisme putaran kedua dalam pemilihan presiden (Pilpres) yang nantinya menyaring para calon presiden.
"Pemilu legislatif dan pemilu presiden kita sudah serentak, apa iya perlu takut kalau jumlah calon presiden banyak," kata Jimly di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/6), seperti dilansir dari Antara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita desain diadakan dua ronde memang untuk itu. Ronde pertama banyak jumlahnya, biar sesuai dengan dinamika yang berkembang," kata Jimly.
Alasan lain, menurut Jimly, partai politik tidak akan asal-asalan mengajukan calon presiden untuk maju dalam pilpres.
"Pada saatnya nanti pasti dia juga akan berkoalisi dengan partai lain sehingga tidak banyak faedahnya mengatur
presidential threshold," katanya.
Ambang batas presiden merupakan salah satu isu yang belum terselesaikan. Ada polarisasi atau dua kubu besar dalam pembahasan
presidential threshold di Pansus RUU Pemilu.
Kubu pertama adalah partai politik yang menginginkan ambang batas pencalonan presiden ditiadakan atau di bawah 20 persen. Ada tujuh partai yang berada di kubu ini, yakni PPP, PKB, Demokrat, Gerindra, Hanura, PAN, dan PKS.
Kedua, gabungan parpol yang menginginkan ambang batas pencalonan presiden di angka 20 persen. Kubu ini, dimotori tiga partai yakni, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, NasDem, dan Golkar.
Sementara itu mengenai
parliamentary threshold atau ambang batas perolehan suara minimal partai dalam pemilu untuk mendapatkan kursi di DPR atau DPRD, Jimly mengatakan tetap diperlukan agar tidak setiap saat orang mendirikan parpol.
Ia menyarankan agar angka ambang batas parlemen diputuskan tetap dan tidak perlu naik atau turun.
"Daripada ribut, mending tetap saja, tidak usah ditambah atau dikurangi," kata mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu.