PBNU Yakin Jokowi Akan Batalkan Full Day School

CNN Indonesia
Selasa, 11 Jul 2017 18:35 WIB
Ketum PBNU menyebut pembatalan kebijakan itu sebagai bentuk respons positif Jokowi terhadap penolakan dan masukan yang diberikan ulama.
Presiden Joko Widodo (kiri) dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj (kanan). (Antara Foto/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan, Presiden Joko Widodo berjanji tidak akan memberlakukan aturan jam belajar delapan jam selama lima hari dalam sepekan. Hal itu disampaikan usai bertemu Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (11/7)

Dalam pertemuan itu, Said menyampaikan penolakan para kiai dan pesantren di daerah terhadap kebijakan Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy. Penolakan itu terkait waktu belajar yang lebih dikenal dengan full day school.

"Insya Allah akan diupayakan cara mencabut atau membatalkan," ujar Said di Kompleks Istana Kepresidenan.
Said mengatakan, upaya itu diberikan sebagai bentuk respons positif Jokowi terhadap penolakan dan masukan yang diberikan ulama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia berkata, sekolah lima hari pada dasarnya sudah berlangsung di beberapa sekolah yang telah siap. Oleh karena itu, kebijakan tersebut dinilai tak perlu diformalkan dalam suatu aturan karena dapat berimbas kepada sekolah lain, seperti mematikan aktivitas madrasah diniyah dan pesantren.

"Ulama-ulama akan tersinggung dan boleh dibilang akan marah kalau full day school dilaksanakan," ujarnya.

Kekhawatiran atas Radikalisme

Said menuturkan, program pembangunan karakter telah diberikan kepada anak-anak melalui madrasah diniyah dan pesantren. Ajaran-ajaran yang diberikan selama ini bahkan lebih mendalam dari pada pelajaran agama di sekolah.

Di madrasah, kata Said, anak-anak diajarkan teologi pengenalan diri terhadap Allah melalui 20 sifat Tuhan. Sementara itu, di sekolah, anak-anak hanya diajarkan berbagai macam jenis doa.

Ia mengkhawatirkan, karakter anak nantinya malah tak terbentuk dengan baik apabila madrasah diniyah dan pesantren mati akibat kebijakan lima hari sekolah.
"Iya, kalau si punya karakter orang yang betul-betul nasionalis, religius. Kalau jatuhnya ke yang jenggot-jenggot itu apa enggak 'Allahu Akbar' gitu?" ucap Said.

Ia pun menegaskan pendidikan agama nonformal tetap harus ada demi mencegah munculnya kelompok radikal.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER