Jakarta, CNN Indonesia -- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah menimbulkan berbagai perspektif berbeda di masyarakat.
Ada yang memandangnya perlu, namun tak sedikit yang melihat Perppu itu sebagai cara untuk membubarkan organisasi-organisasi yang dianggap mengancam NKRI tanpa melalui alur pengadilan.
Perppu ini langsung 'memakan' korban. Adalah organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang kemudian dicabut badan hukumnya oleh Kementerian Hukum dan Ham pada 19 Juli lalu.
Sejumlah perlawanan dilakukan. Salah satunya dengan menggelar aksi demonstrasi mengawal uji materi Perppu Ormas yang rencananya berlangsung hari ini, Jumat (28/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi bertajuk Aksi 287 ini bakal diikuti oleh beragam elemen, mulai dari alumni Aksi 411, 212, 313, dan beberapa organisasi yang turut menolak Perppu Ormas.
Seperti biasa, aksi ini akan dilaksanakan dengan titik kumpul di Masjid Istiqlal sebelum
long march ke Mahkamah Konstitusi. Advokat GNPF-MUI Kapitra Ampera percaya diri Aksi 287 akan diikuti ribuan orang.
Aksi 287 dilakukan untuk mendesak pencabutan Perppu Ormas sekaligus mengawal uji materi Perppu tersebut ke Mahkamah Konstitusi.
Atas hal itu, pengamat Hukum dari Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto menyebut, aksi 287 sebenarnya tidak perlu dilakukan lantaran pemerintah telah menyediakan saluran hukum kepada pihak yang keberatan terhadap Perppu Ormas.
Saluran hukum yang dimaksud tak lain adalah pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
 Suasana saat aksi 212. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Marcus sendiri tak menampik bahwa setiap warga negara diperbolehkan turun ke jalan menyuarakan pendapatnya untuk mengkritik pemerintah. Hal itu telah diatur dan diizinkan oleh undang-undang.
Namun, ia mengingatkan bahwa aksi turun ke jalan juga harus mempertimbangan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Jika demo tetap dilakukan, Marcus menyebut hal itu malah bisa meninggalkan kesan negatif dari masyarakat sekitar.
"Tapi kalau terus-menerus dilakukan pun masyarakat akan bosan, tak ada yang berubah, yang berubah hanya stigma masyarakat," kata dia.
Marcus juga menyebut aksi semacam 287 akan menjadi sia-sia jika tidak dibarengi oleh persiapan yang baik dalam menjalani sidang uji materi.
Menurutnya, penentu utama terkait keabsahan Perppu Ormas ada di ruang sidang MK, bukan di jalanan tempat aksi berlangsung.
"Jadi jangan melakukan satu hal secara terus-menerus, kalau sudah tahu hasilnya. Itu namanya sia-sia. Intinya, jangan melakukan hal yang sia-sia kalau hanya merugikan diri sendiri dan bahkan orang lain," ujar Marcus.