Jakarta, CNN Indonesia -- Polres Metro Jakarta Selatan beberapa waktu lalu menangkap artis Tora Sudiro karena diduga mengonsumsi dan memiliki Dumolid tanpa resep dokter. Tora kedapatan memiliki 30 butir Dumolid saat ditangkap polisi di rumahnya.
Penangkapan Tora sontak membuat publik bertanya-tanya perihal Dumolid yang dikonsumsi Tora. Dari penelusuran, diketahui kalau Dumolid merupakan obat yang berfungsi untuk mengatasi gangguan tidur. Namun, Dumolid termasuk ke dalam obat psikotropika, sehingga tidak bisa dibeli sembarangan seperti obat biasa pada umumnya.
Selama ini Dumolid hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja. Hingga saat Tora ditangkap, Dumolid menjadi lebih 'go public' di masyarakat luas.
Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional, Kombes Sulistriandiatmoko mengatakan, kasus yang menjerat pemeran Indro Warkop di film 'Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss' itu memiliki dampak positif dan negatif untuk masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak positifnya, masyarakat menjadi tahu bahwa ada obat yang tidak bisa dikonsumsi sembarangan dan dapat diberi hukuman pidana jika disalahgunakan.
Dampak negatifnya, yakni semakin besar potensi penyalahgunaan psikotropika oleh masyarakat yang sudah tahu kegunaan psikotropika.
"Memang masuk akal kalau itu menjadi kegalauan kita bersama," kata pria yang karib disapa Sulis itu saat diwawancara
CNNIndonesia.com, Sabtu (12/8).
Sulis mengaku pihaknya tidak bisa memantau peredaran obat-obatan jenis psikotropika. Baik dari proses pembuatan di dalam negeri, impor, distribusi, hingga sampai ke tangan konsumen. Menurutnya, tugas tersebut merupakan ranah dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Meski begitu, BNN dan kepolisian terbuka kemungkinan akan tetap menangkap seseorang yang diduga menyalahgunakan psikotropika.
"Di dalam peredarannya, sepanjang Polri dan BNN bisa menangkap, ya kita tangkap," ujar Sulis.
Sulis menjelaskan, BNN sebetulnya tidak mengurusi narkoba dan obat psikotropika yang disalahgunakan orang per orang. BNN, lebih mengutamakan kepada sindikat bandar dan pengedar narkoba.
Karenanya dia mendorong agar BPOM menjalin kerja sama dengan BNN dan Polri dalam rangka mengawasi peredaran obat psikotropika.
"Agar kekurangan personel tidak lagi menjadi alasan," kata Sulis.
Hal serupa disampaikan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Idham Azis. Idham mengatakan perlu ada peningkatan pengawasan terhadap peredaran obat-obatan psikotropika.
Dia mengatakan tidak keberatan jika diajak kerja sama oleh BPOM dan BNN dalam rangka mencegah penyalahgunaan psikotropika.
"Bekerja sama dengan BPOM, kemudian kerja sama dengan stakeholder lainnya, juga dengan Pemda. Kami pasti mendukung," ujar Idham di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur, Senin (14/8).
Idham mengatakan siap mengerahkan personel khusus jika memang kerja sama bakal terjalin dengan BNN dan BPOM dalam memantau peredaran psikotropika. Namun, dia ingin BNN yang memimpin jalinan kerja sama tersebut.
"Tetapi sebaiknya dikoordinir oleh Bapak Budi Waseso, Kepala BNN," kata Idham.
 Selama ini dumolid hanya dikenal oleh kalangan tertentu saja. Hingga saat Tora Sudiro ditangkap, dumolid menjadi lebih 'go public' di masyarakat luas. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja). |
Beberapa waktu lalu, Polres Metro Jakarta Selatan menangkap Tora Sudiro dan istrinya, Mieke Amalia. Keduanya ditangkap atas dugaan psikotropika, yakni memiliki dan menggunakan dumolid tanpa resep dokter.
Pada prosesnya, Mieke diizinkan pulang ke rumah, sementara Tora ditetapkan sebagai tersangka dengan disangka melanggar Pasal 60 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
Belakangan, Tora mendapat
assesment dari BNN untuk rehabilitas di RSKO, Cibubur, Jaktim. Tora dinyatakan ketergantungan dumolid sehingga harus menjalani perawatan selama dua pekan. Setelah itu, akan diputuskan apakah rehabilitasnya dilanjut atau tidak.
Kabar terakhir menyebut, Tora diizinkan pulang setelah hampir satu pekan di RSKO. Dia pulang per 12 Agustus 2017 usai polisi menerima pengajuan penahanannya.