Jakarta, CNN Indonesia -- Menjelang gelaran Pilkada Serentak 2018 serta Pileg dan Pilpres 2019, partai politik di Indonesia dituntut mereformasi pengelolaan anggaran dan mekanisme pemberian sanksi bagi kadernya yang menyelewengkan anggaran tahunan.
Tuntutan reformasi itu mengemuka pasca diterimanya usul kenaikan dana parpol menjadi Rp1000 per suara sah yang diterima partai dari hasil pemilu terakhir. Sebelumnya, masing-masing parpol di DPR hanya mendapat sumbangan Rp108 per suara sah yang mereka raup.
Kenaikan dana parpol hingga seribu persen itu dipercaya sebagian kalangan akan menurunkan potensi korupsi oleh wakil rakyat. Namun, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tegas menolak anggapan itu. Menurut Tjahjo, keinginan korupsi tak bisa dipengaruhi besar-kecilnya bantuan anggaran untuk parpol. Justru terjadinya korupsi tergantung individu masing-masing anggota parpol.
"Bantuan berapa ratus ribu, berapa juta pun tidak bisa jadi ukuran apakah akan menyetop korupsi. Korupsi terjadi tergantung pada masing-masing individu," kata Tjahjo di kantornya, Senin (28/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Parpol pun diminta menerapkan sistem transparansi anggaran model baru pasca naiknya bantuan dana partai. Menurut peneliti Popoli Center Rafif Pamenang Imawan, pengelolaan anggaran dan administrasi yang baik menjadi kunci untuk mewujudkan penggunaan dana parpol yang transparan dan tepat sasaran.
Parpol di Indonesia disebut terpaksa mereformasi diri agar menjadi partai modern. Terutama usai kenaikan dana bantuan ini disetujui.
"Kapabilitas dari pengurus partai menjadi agenda penting bagi parpol. Selama ini banyak pengurus partai yang berlomba-lomba menuju DPP pusat partai, mengingat sumber daya ekonomi ada di DPP. Sedangkan pengurus partai di daerah menjadi tidak fokus untuk mengakar ke masyarakat," kata Rafif kepada
CNNIndonesia.com.
Salah satu langkah reformasi yang bisa dilakukan adalah menerapkan sistem pertanggungjawaban anggaran secara elektronik. Menurut Rafif, hal tersebut sudah dilakukan parpol di kawasan Britania Raya.
 Pemerintah menyetujui kenaikan bantuan dana parpol menjadi seribu persen. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono). |
Pertanggungjawaban anggaran secara online dapat mempermudah pengawasan masyarakat. Tak hanya itu, warga juga dapat mengetahui siapa saja aktor-aktor penting yang kerap menyumbangkan hartanya untuk kegiatan partai.
Penerapan sistem pertanggungjawaban anggaran secara elektronik harus didukung dengan sistem pencatatan penduduk yang rapi. Peneliti lulusan Universitas Gadjah Mada itu menerangkan, data kependudukan yang rapi dan tunggal akan mempermudah pelacakan transparansi anggaran parpol.
"Ini tantangan berat mengingat (pengadaan) e-KTP yang seharusnya menjadi cara single identity number justru dikorupsi. Harus ada perbaikan dari data penduduk, data pemilih, agar usaha parpol untuk transparansi anggaran mendapatkan kemudahan pula dari pemerintah," katanya.
Tindak Tegas Penyeleweng AnggaranSelain meningkatkan transparansi anggaran, partai di Indonesia juga diminta memberlakukan sanksi tegas bagi kadernya yang menyelewengkan anggaran. Ancaman pemecatan dianggap dapat dibuat serta diterapkan.
Rafif memprediksi parpol akan sulit menerapkan sanksi berat bagi anggotanya yang menyelewengkan anggaran. Hukuman juga diragukan muncul apabila penyalahgunaan anggaran dilakukan oleh keluarga atau kerabat petinggi parpol.
Misalnya ada anak pemimpin partai yang menjadi pengurus dan bisa jadi tidak 'tersentuh'. Partai seperti ini sulit sekali untuk memodernisasi dirinya sendiri, karena aturan tidak berlaku fair ke seluruh anggota.
"Akibatnya, partai tidak lagi menjadi milik publik seperti tujuan awal pendanaan partai politik dari APBN, melainkan kembali ke tangan beberapa elite di lapis atas partai," katanya.
Agar tujuan peningkatan dana parpol tidak melenceng, partai disebut harus bisa kembali mengakar di masyarakat. Organisasi politik itu juga didesak aktif membuat berbagai program yang mampu membantu kehidupan masyarakat, bukan hanya muncul kalau ada maunya saja, misal menjelang pemilu.
"Ide besar yang saya tangkap dari pemberian dana ke parpol ini adalah memaksa partai untuk mengakar ke masyarakat. Parpol tidak lagi hanya muncul lima tahun sekali menjelang pemilu, tapi harus secara konstan mengakar," ujar Rafif.