Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Badarudin menyebut modus suap menggunakan kartu ATM bukan model baru. Modus tersebut terjadi dalam kasus suap pengurukan dermaga Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang yang melibatkan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono.
“Menggunakan ATM sudah lama sebetulnya, orang
ngasih gratifikasi, berikan ATM. Terus diisi aja ke bank, setor, aku yang tarik," kata Kiagus di Kantor Kemenko Polhukam, Selasa (29/8).
Kiagus mengklaim PPATK tetap bisa mendeteksi aliran transaksi tersebut dengan melihat laporan transaksi keuangan dari ATM tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya punya ini (ATM), tahu-tahu ada di mana, transaksinya ada di mana, itu menimbulkan kecurigaan," ujarnya.
Ke depan PPATK akan mulai memperhatikan kepemilikan ATM dari orang-orang dianggap memiliki posisi penting. Menurut Kiagus hal tersebut perlu dilakukan karena kemungkinan gratifikasi dengan memanfaatkan kartu ATM sangat mungkin dilakukan.
"Orang yang punya posisi akan diperhatikan. Di mana-mana kalau orang mau gratifikasi, itu bisa orang melakukan itu. Tapi nanti tidak ada perbuatan kriminal yang sempurna, pasti ketahuan," ujar Kiagus.
Tonny diduga menerima suap dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama, Adiputra Kurniawan. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini.
Sebelumnya KPK menyebut modus ATM tersebut tergolong baru dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Adiputra selaku pihak yang mendapatkan pekerjaan pengerukan di Pelabuhan Tanjung Mas, memberikan suap dalam bentuk rekening bank.
Rekening tersebut dibuat dengan nama fiktif dan telah diisi nominal tertentu. Kemudian buku tabungan dan kartu ATM diserahkan ke Tonny.
Secara keseluruhan, uang yang disita dari tangan Tonny itu diduga bukan hanya berasal dari perusahaan Adiputra. Diduga, Tonny mendapatkan uang hingga puluhan miliar itu dari beberapa proyek di lingkungan Kemenhub terkait kebijakan tol laut Presiden RI Joko Widodo.
Miliaran uang diamankan penyidik KPK itu dibawa dari kediaman dinas Tonny sebagai Dirjen Hubla di Mess Perwira Bahtera Suaka, Gunung Sahari, Jakarta, sebesar Rp18,9 miliar. Jumlah sisanya didapatkan dari rekening milik Tonny di Bank Mandiri sebesar Rp1,174 miliar.
(sur)