Kemunduran Demokrasi Jika DPRD Pilih Gubernur DKI

CNN Indonesia
Jumat, 22 Sep 2017 06:18 WIB
Ide Gubernur DKI dipilih DPRD atas usul Presiden membuat rakyat tak bisa memilih langsung pemimpinnya sehingga dinilai sebagai kemunduran demokrasi.
Djarot Saiful Hidayat (kiri) dilantik Presiden Joko Widodo (kanan) sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 15 Juni 2017. Djarot dilantik menjadi gubernur selama sisa masa jabatan tahun 2012-2017. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPRD DKI, Muhammad Taufik menilai, usulan pemilihan Gubernur DKI Jakarta oleh DPRD atas usulan Presiden merupakan kemunduran demokrasi. Keenangan besar Presiden jadi alasannya.

Pernyataan itu ia sampaikan menanggapi usul yang disampaikan Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat tentang hal tersebut.

"Saya kira itu pemikiran yang mundur. Kasian Pak Djarot, nanti orang mengira dia berpikir mundur. Sebagai pejabat dan politisi tidak pantas dia sampaikan seperti itu," kata Taufik, saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (21/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Taufik, yang berasal dari Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI, masalah dari usul itu bukan sekedar pengambilan keputusan oleh DRPD. Adanya Presiden yang memilih calon Gubernur itulah yang ia anggap sebagai kemunduran pembangunan demokrasi Indonesia.

Terlebih, warga Jakarta tak lagi bisa memilih sosok pemimpinnya sendiri andai ide itu dilaksanakan. Ia juga meyakini DPR akan menolak usulan tersebut.

Kemunduran Demokrasi Jika DPRD Pilih Gubernur DKIMuhammad Taufik. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Terkait masalah kegaduhan yang ditimbulkan Pilkada DKI dengan sistem pemilihan langsung seperti yang disampaikan Djarot, Taufik menilai jawabannya bukan pemilihan lewat DPRD. Namun, dengan perubahan syarat jumlah suara kemenangan.

"Kalau memang itu permasalahannya, kurangi saja menjadi di bawah 50 persen plus satu suara. Bukan sistem pemilih gubernur yang diubah," tepisnya.

Ditambahkannya, yang membuat kegaduhan itu bukan persoalan persentase kemenangan dan pemilihan langsung.

"Coba Pak Djarot pelajari Pilkada DKI, pernah ribut enggak? Enggak ada yang ribut. Pilkada (2017) kemarin itu ramai karena [surat Al quran] Al Maidah. Bedakan itu ya. Kalau Pilkada ramai sedikit saja biasa itu," jelasnya, merujuk pada kasus penistaan agama oleh Basuki T Purnama alias Ahok, calon gubernur yang berpasangan dengan Djarot di Pilkada 2017.

Namun, ia enggan menduga-duga soal kemungkinan bahwa usulan tersebut berasal dari kekalahan Djarot di Pilkada itu. Menurutnya, lebih baik saat ini Djarot fokus pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan menyelesaikan target yang belum tercapai.

Djarot sendiri bakal mengakhiri tugasnya sebagai gubernur pada bulan depan saat pasangan gubernur-wakil gubernur terpilih Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik.

Sebelumnya, usulan tersebut disampaikan Djarot saat dirinya membuka focus group discussion (FGD) soal Substansi Perubahan RUU Revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 itu tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI, belum lama ini. Dia juga menilai, metode perhitungan kemenangan 50 persen plus 1 adalah biang kegaduhan.

"Demokrasi dalam daerah khusus tidak hanya bisa dimaknai oleh one man one vote. Bisa juga (Gubernur) dipilih oleh DPRD atas usul Presiden, sehingga menjadi satu kesatuan," kata Djarot, ketika itu.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER