Jakarta, CNN Indonesia -- Djan Faridz (DF), Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta, berkonsultasi tentang peserta Pemilu 2019 dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Senin (9/10). Namun, peluang untuk jadi peserta disebut tidak ada.
Sekjen PPP Arsul Sani mengatakan, kubu Djan Faridz sudah tidak punya dasar hukum untuk mendaftar sebagai peserta Pemilu 2019.
"Siapapun yang menggunakan parameter UU maka akan sampai pada kesimpulan bahwa klaim DF dan segelintir pengikutnya sebagai pengurus DPP PPP tidak ada dasar atau legitimasi hukumnya," ujar dia, Selasa (10/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu disebabkan oleh batalnya empat alasan. Pertama, Putusan Kasasi MA No. 601/2015 tanggal 2 November 2015 yang memenangkan PPP kubu Djan Faridz, sudah dibatalkan oleh MA lewat Putusan Peninjauan Kembali (PK) No. 79/2017. "Jadi satu-satunya legitimasi kelompok DF sudah tidak ada lagi," ucap dia.
Kedua, Mahkamah Partai (MP) PPP tidak pernah secara eksplisit mengakui keabsahan kepengurusan DF. MP PPP hanya menyampaikan pendapat hukum kepada Presiden dan Menteri Hukum dan HAM bahwa solusi penyelesaian kepengurusan PPP dengan Muktamar ulang yang diikuti oleh semua pihak. Karena itulah digelar Muktamar Pondok Gede 2016 dengan hasil M. Rommahurmuziy sebagai Ketua Umum.
Ketiga, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta telah menolak gugatan Tata Usaha Negara yang diajukan DF atas SK Menkumham terkait dengan kepengurusan PPP setelah Muktamar Pondok Gede tahun 2016.
Penolakan gugatan ini seiring dengan penolakan Mahkamah Konsitusi (MK) atas tiga permohonan DF dan kelompoknya terkait dengan uji materi pasal tentang pengesahan kepengurusan partai dalam UU Parpol dan UU Pilkada.
Keempat, lanjut Arsul, klaim DF bahwa Menkumham tidak melaksanakan Putusan MA dalam perkara kasasi TUN No. 504/2015 juga tidak benar. Menkumham telah melaksanakan putusan kasasi TUN tersebut.
Bentuknya, mencabut SK Kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya yang diperintahkan dalam Putusan itu dan mengembalikan SK Kepengurusan PPP kepada kepengurusan hasil Muktamar Bandung yang dipimpin oleh Suryadharma Ali dan M. Romahurmuziy. Kepengurusan ini kemudian menyelenggarakan Muktamar Pondok Gede April 2016.
Lalu, kenapa Kemenkumham tidak menerbitkan SK bagi kepengurusan DF? Arsul menyebut sejumlah alasan. Pertama, Putusan kasasi MA tidak memerintahkan demikian. Kedua, permohonan pengesahan kepengurusan DF tidak memenuhi syarat administratif, antara lain karena akta notaris yang dimohonkan DF sudah diubah oleh DF sendiri.
"Oleh karena itu sudah saatnya DF membaca kembali secara cermat aturan perundang-undangan yang ada dan meneliti kembali seluruh dokumen terkait dengan persoalan PPP. Setelah itu, perlu introspeksi untuk berhenti terus menerus memelihara kesan di ruang publik bahwa PPP masih terpecah belah," papar Arsul, yang juga Anggota Komisi III DPR itu.
Sebelumnya, Djan Faridz berkonsultasi ke KPU perihal pendaftaran parpol peserta Pemilu 2019. Pertemuan itu membahas soal permasalahan hukum PPP. Baginya, penerbitan SK Kemenkum HAM kepada kubu Romahurmuziy bertentangan dengan UU.
Djan tidak mempermasalahkan bila kubu PPP Romahurmuziy lah yang ikut Pemilu 2019. Namun, pihaknya khawatir jika kubu Romi dipersoalkan oleh pihak lain karena pelanggaran hukum dan akan berdampak kepada PPP.
Bekas Menteri Perumahan Rakyat itu juga menegaskan, bahwa kubu partai yang dipimpinnya adalah yang sah yang dimenangkan oleh keputusan Mahkamah Agung.
"Yang sah itu di kita, karena kita punya kekuatan hukum tetap. Kita punya putusan Mahkamah Agung 604, kita punya kekuatan hukum. Yang 601, mengembalikan seluruh sengketa partai politik ke mahkamah partai," tegas Djan, seperti dikutip dari kantor berita
Antara.
Tentang konflik kepengurusan PPP ini, Komisioner KPU RI Hasyim Ashari menyebut bahwa pihaknya hanya bisa mengakui keberadaan parpol yang mendapat pengakuan dari pemerintah.
"Bagi KPU, kepengurusan yang digunakan adalah kepengurusan terdaftar di Kemenkumham, yang ada keputusan Menteri Hukum dan HAM", ujar Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (15/8).
Dalam laman Kepengurusan Parpol Peserta Pemilu di situs kpu.go.id, kepengurusan PPP yang diakui adalah yang memiliki SK Menkumham No. M.HH-06.AH.11.01 TAHUN 2016, dengan Ketua Umum H.M. Romahurmuziy, Sekretaris Jenderal H. Asrul Sani, dan Bendahara Umum Tommy Soetomo.