Jaka: Eksekusi Tanah Sunda Wiwitan Tak Terkait Geothermal

CNN Indonesia
Jumat, 13 Okt 2017 08:00 WIB
Jaka Rumantaka menegaskan bahwa konflik tanah Paseban hanyalah masalah keluarga semata dan tak berhubungan dengan proyek geothermal.
Taman Paseban terdiri dari beberapa bangunan adat yang digunakan untuk rapat dan kegiatan budaya warga Sunda Wiwitan, Cigugur. Kuningan Jawa Barat.(CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemohon eksekusi lahan Paseban di Cigugur, Kuningan, Jaka Rumantaka, menegaskan bahwa gugatannya tak berhubungan dengan proyek geothermal atau bupati Kuningan.  

Hal ini disampaikan Jaka ketika memberikan hak jawab pada sejumlah media di kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (10/9).

"Eksekusi ini tidak ada hubungan dengan bupati Acep Purnama maupun dengan Chevron, walaupun bupati Acep Purnama merupakan sahabat saya," ujar Jaka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam permasalahan ini, saya difitnah seperti itu ketika eksekusi. Setelah eksekusi saya tidak pernah lagi bertemu dengan bupati, karena saya kasihan teman-teman saya difitnah begitu, bahwa saya dekat dengan bupati dan dibiayai bupati."

"Saya tidak pernah menemui bupati, bahkan menge-bel rumahnya pun tidak pernah."

Pada 2012, Mahkamah Agung memenangkan gugatan Jaka pada objek sengketa berupa sebidang tanah seluas 224 meter persegi atau 16 bata di Blok Mayasih RT 29/10, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur.  

Sebelumnya, Jaka juga menang di Pengadilan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Negeri Kuningan.

Keputusan hukum tersebut membuat Jaka mengajukan permohonan eksekusi lahan yang kini di atasnya berdiri Paseban Tri Panca Tunggal -- pusat kegiatan Sunda Wiwitan.

Jaka menyebut tanah itu merupakan warisan yang didapat dari ibunya Ratu Siti Djenar Sriningpuri Alibassa atau anak dari ketua adat Pangeran Tedjabuana. Ia juga mengklaim bahwa konflik eksekusi lahan ini hanya persoalan keluarga semata, dan tidak berkaitan dengan Sunda Wiwitan.

Meski Jaka telah memenangkan perkara, warga adat sunda wiwitan tetap menyatakan tanah tersebut merupakan tanah adat dan tidak ingin tanah tersebut jatuh ke tangan Jaka.  

Pangaping Adat Sunda Wiwitan Okki Satria Djati berpendapat, eksekusi lahan tidak sejalan dengan prinsip keadilan hukum karena lahan merupakan zona cagar budaya nasional yang telah tercatat sejak 1976 di Departemen Kebudayaan dan Pendidikan.

Selain itu, amar putusan pengadilan dinilainya diskriminatif dan cacat hukum karena meminggirkan nilai sejarah dan budaya di dalamnya.

Lebih jauh, kata Okki, dalam objek sengketanya mengabaikan esensi hak hukum masyarakat adat.

Pada Agustus lalu, Okki juga sempat menyebut ada motif lain di belakang eksekusi lahan tersebut.

"Nah, dia (Jaka) mainlah. Kami menduga bupati terlibat. Bupati kepentingannya memang memecah massa. Siapa di belakangnya, Chevron, soal geothermal, jadi persis kaya Belanda dulu," ujarnya.

Sebagai catatan, Chevron sendiri telah mengembalikan proyek panas bumi (geothermal) di Kabupaten Kuningan kepada pemerintah pusat. Surat penetapan penunjukan ratusan wilayah kerja pertambangan oleh Dinas Energi dan Pertambangan Jawa Barat sudah dikeluarkan sejak 2010.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER