Politikus Hanura Miryam S Haryani Hadapi Vonis Hari Ini

Feri Agus | CNN Indonesia
Senin, 13 Nov 2017 07:40 WIB
Miryam dituntut hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta oleh jaksa. Ia dinilai memberikan keterangan palsu dalam penanganan kasus korupsi.
Politikus Hanura Miryam S Haryani akan menghadapi vonis hakim dalam perkara pemberian kesaksian palsu. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Hati Nurani Rakyat Miryam S Haryani akan menghadapi vonis hakim tindak pidana korupsi dalam perkara pemberian keterangan palsu dalam kasus korupsi. Miryam sebelumnya dituntut hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Kuasa hukum Miryam, Aga Khan berharap majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada kliennya vonis yang lebih ringan dari tuntutan jaksa.

"Iya dong (bebas). Kalau nggak ya dihukum seringan-ringannya," kata Aga kepada CNNIndonesia.com, Minggu (12/11) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aga menyatakan, Miryam sempat berkeluh kesah kepada dirinya menjelang vonis hakim. Menurut dia, kliennya menegaskan bahwa dirinya bukan tersangka korupsi.
Miryam, lanjutnya juga menyatakan bukan yang pertama mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam persidangan.

"Jadi dia ingin membuka hati hakim untuk melihat, sejauh mana perbuatan itu dikategorikan seperti yang disangkakan atau tidak," ujar Aga.

Pada sidang pledoi, Miryam tetap berkukuh bahwa dirinya mendapat tekanan dan ancaman dari penyidik KPK Novel Baswedan saat menjalani pemeriksaan pada tingkat penyidikan Irman dan Sugiharto.

"Sejak awal pemeriksaan ini saya sudah merasa diintimidasi oleh saudara Novel Baswedan melalui pernyataan yang dilontarkannya kepada saya,” kata Miryam saat membacakan pembelaannya di hadapan majelis hakim, Kamis (2/11).
Politikus Hanura Miryam S Haryani Hadapi Vonis Hari IniMiryam S Haryani akan menghadapi vonis hakim hari ini. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Tekanan dan ancaman mulai dirasakan Miryam saat diperiksa pada 1 Desember 2016. Ketika itu, klaim Miryam, Novel menyampaikan bahwa dirinya seharusnya sudah menjadi tahanan KPK sejak 2010.

Dalam pemeriksaan itu juga, Miryam mengklaim Novel memaksa dirinya untuk mengaku tentang keterlibatan tokoh penting dalam pusaran korupsi e-KTP, yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

Kemudian dalam pemeriksaan selanjutnya, pada 7 Desember 2016, Miryam mengaku kembali dipaksa, kali ini mengakui sejumlah uang yang diduga diterima Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terkait proyek e-KTP. 
Selain itu, Miryam mengaku juga merasa dibuat tak nyaman dalam pemeriksaan pada 20 Januari 2017. Saat itu, menurut Miryam tercium baru durian dari aroma mulut Novel. Aroma duren yang menyengat itu membuat dirinya tak konsen saat diperiksa.

Karena kesaksian yang dituangkan di-BAP dalam kondisi penuh tekanan dan ancaman, Miryam mencabutnya saat bersaksi di persidangan korupsi e-KTP, pada 23 Maret 2017. Namun, jaksa KPK menilai alasan pencabutan BAP oleh Miryam tidak sah.

Saat membacakan tuntutan, jaksa KPK menilai perbuatan Miryam telah menghambat proses penegakan hukum dalam perkara korupsi e-KTP, tidak menghormati lembaga peradilan, dan merusak nilai-nilai kejujuran. 

Jaksa menyatakan, Miryam terbukti mendapat arahan dari pihak lain sehingga mencabut BAP saat bersaksi dalam sidang korupsi e-KTP. Padahal keterangan dalam BAP telah bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi lain di muka persidangan. (sur/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER