Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Penuntut Umum mendakwa Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif Nur Alam melakukan korupsi sebesar Rp2,7 miliar terkait pemberian persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi. Nur Alam juga didakwa korupsi dalam pemberian persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Billy Indonesia yang meminjam nama perusahaan PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
“Menyatakan, terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp4,3 triliun,” ujar jaksa Afni Carolina saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/11).
Selain memperkaya diri sendiri, jaksa juga mendakwa Nur Alam memperkaya PT Billy sebesar Rp1,59 triliun. Jaksa menyatakan, Nur Alam menerbitkan SK Gubernur tentang persetujuan IUP kepada PT AHB tahun 2009. Perbuatan ini bertentangan dengan Surat Edaran Dirjen Minerba Kementerian ESDM yang menyatakan bahwa penerbitan IUP baru sebelum ada Peraturan Pemerintah dihentikan sementara.
Perbuatan Nur Alam juga dinilai bertentangan dengan ketentuan pokok pertambangan karena wilayah yang diajukan PT AHB berada pada wilayah lintas kabupaten yakni Kabupaten Buton dan Bombana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai ketentuan pokok pertambangan, kata jaksa, harusnya ada rekomendasi dari Bupati Buton atau Bombana sebelum persetujuan diterbitkan Nur Alam.
“Permohonan IUP eksplorasi itu juga tidak dilengkapi tanda bukti jaminan kesungguhan dan izin pinjam pakai kawasan hutan,” kata jaksa.
Untuk mengakali ketentuan itu, lanjut jaksa, pejabat di Dinas ESDM Sultra, Burhanudin, mengajukan permintaan rekomendasi kepada Bupati Buton dan Bombana. Ia juga dibantu Direktur PT Billy Widdi Aswindi.
Atas permintaan tersebut, Bupati Buton saat itu Sjafei Kahar dan Bupati Bombana Atikurahman memberikan rekomendasi tentang penerbitan IUP.
“Sehingga penerbitan IUP eksplorasi PT AHB dibuat dengan tanggal mundur,” lanjut jaksa.
PT AHB kemudian mulai melakukan kegiatan penambangan nikel pada 2011. Nikel tersebut kemudian dijual kepada Richcorp International Ltd dan Well Victory International Ltd yang berada di Hongkong. Hasil penjualan tersebut diterima PT Billy melalui rekening Bank Chinatrust Indonesia sebesar Rp2 triliun secara bertahap.
Selain korupsi, Nur Alam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar US$4,49 juta atau setara dengan Rp40,26 miliar. Gratifikasi itu, kata jaksa, diterima dari hasil penjualan nikel ke Richcorp melalui investasi di AXA Mandiri.
Uang itu, kata jaksa, kemudian digunakan untuk membuat polis asuransi dengan premi berkala Rp20 miliar per tahun. Pembayaran premi pertama menggunakan uang sebesar US$2,49 juta yang berasal dari Richcorp.
“Perbuatan terdakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang harus dianggap suap karena berlawanan dengan tugas terdakwa selaku gubernur Sultra,” kata jaksa.
(sur)