KPK Dapat Tambahan Dokumen Dugaan Korupsi JICT Pelindo II

Feri Agus | CNN Indonesia
Kamis, 23 Nov 2017 06:08 WIB
KPK menerima dokumen penting dugaan korupsi perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan PT JICT, antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding.
KPK menerima dokumen penting dugaan korupsi perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan PT JICT, antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima sejumlah dokumen penting terkait dugaan korupsi perpanjangan kontrak pengelolaan pelabuhan PT Jakarta International Container Terminal (JICT), antara PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II dengan Hutchison Port Holding.

Dokumen terkait kontrak PT Pelindo II dengan Hutchison diserahkan Sekjen Serikat Pekerja (SP) JICT, Firmansyah dan pengamat pelabuhan Ermanto Usman, Rabu (22/11).

Ermanto mengatakan, dokumen-dokumen yang pihaknya serahkan tersebut di antaranya ada yang dari pihak Hutchison, perusahaan asal Hong Kong.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dokumen lengkap, termasuk yang kami dapatkan dari Hutchinson yang kebetulan dikirim ke kami. Semua tentang proses ini kami dapatkan dan kami serahkan ke KPK," kata Ermanto di Gedung KPK, Jakarta.


Menurut Ermanto, ada bukti surat elektronik petinggi Hutchinson dengan PT Pelindo II mengenai perpanjangan kontrak JICT. Kontrak kedua perusahaan dalam pengelolaan PT JICT itu disinyalir merugikan keuangan negara sebesar US$360 juta atau sekitar Rp4,08 triliun, berdasarkan audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Dokumen terkait perpanjangan kontrak dan termasuk email dari petinggi ke petinggi," ujarnya.

Ermanto mengklaim, sejumlah dokumen tersebut akan semakin memudahkan KPK dalam menyelidiki dugaan penyimpangan dalam perpanjangan kontrak JICT.

"KPK semakin mengetahui bagaimana konstruksi kasus ini. Pertama ada rekayasa daripada proses ada keterlibatan pihak asing, ada konsultan asing terbaik di dunia seperti Deutsche Bank," kata Ermanto.

"Ini semakin jelas karena ada perhitungan dibuat konsultan profesional luar atau dalam tentang indikasi kerugian negara. Ini diperkuat lagi dengan ada investigasi BPK. Jadi ini sebenarnya kasusnya tidak rumit dibandingkan kasus lain," sambung Ermanto.


Sebelumnya, dalam audit investigatif BPK atas kontrak baru pengelolaan JICT, ada lima temuan spesifik yang diperoleh dalam perjanjian PT Pelindo II dengan Hutchison, yang ditandatangani pada 5 Agustus 2014.

Pertama, rencana perpanjangan PT JICT tidak pernah dibahas dan dimasukkan sebagai rencana kerja dan RJPP dan RKAP PT Pelindo II, serta tidak pernah diinfokan kepada pemangku kepentingan dalam laporan tahunan 2014. Padahal rencana itu telah dinisiasi dirut PT Pelindo II sejak 2011.

Kedua, perpanjangan kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT yang ditandatangani PT Pelindo II dan HPH tidak menggunakan permohonan izin konsesi kepada menteri perhubungan terlebih dahulu.

Ketiga, penunjukkan Hutchison Port Holding oleh PT Pelindo II sebagai mitra tanpa melalui mekanisme pemilihan mitra yang seharusnya.

Keempat, perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT ditandatangani oleh Pelindo II dan Hutchison Port Holding tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuan RUPS dan persetujuan dari Menteri BUMN.

Kemudian penyimpangan kelima yang dinilai krusial, yakni soal penunjukan Deutsche Bank sebagai financial advisor. BPK menduga, penunjukan itu bertentangan dengan peraturan perundangan.


KPK telah membentuk tim gabungan untuk menindaklanjuti hasil audit investigatif BPK soal kontrak antara PT Pelindo II dengan Hutchison. Hasil audit tersebut sudah diserahkan Pansus Pelindo II ke KPK pada Juli lalu.

Saat kontrak dengan Hutchison diteken, PT Pelindo II dipimpin Richard Joost Lino yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. KPK saat ini tengah menangani kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II, yang telah menjerat RJ Lino sebagai tersangka sejak Desember 2015.

Namun, setelah hampir dua tahun kasus bergulir, KPK belum juga merampungkan berkas perkara RJ Lino. Lembaga antirasuah mengaku masih kesulitan menemukan harga sebenarnya dari tiga alat QCC yang dibeli dari perusahaan asal Tiongkok, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd.

Dalam kasus yang menjerat RJ Lino, negara ditaksir merugi hingga Rp60 miliar. (kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER