Dua Skenario Erupsi Gunung Agung

Dias Saraswati | CNN Indonesia
Selasa, 05 Des 2017 16:28 WIB
BNPB menyebut ada dua skenario erupsi Gunung Agung yang kondisinya tengah menurun saat ini. Skenario ini berdasar hasil pemantauan dan analisis PVMBG
BNPB menyebut ada dua skenario erupsi Gunung Agung yang kondisinya tengah menurun saat ini berdasar hasil analisis PVMBG. (REUTERS/Darren Whiteside).
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, ada dua skenario atau dua kemungkinan letusan Gunung Agung dalam kondisinya yang saat ini tengah menurun.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, dua skenario tersebut merupakan hasil pemantauan dan analisis terhadap Gunung Agung yang dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

"(Skenario) pertama, magma yang naik ke permukaan lajunya melemah karena kehilangan energi akibat gas magmatik semakin berkurang pasca-erupsi kemarin dan pada akhirnya habis," kata Sutopo di Graha BNPB, Selasa (5/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Skenario kedua adalah terjadi penyumbatan pada pipa magma. Itu terjadi karena fluida magma yang bergerak ke permukaan terhalang lava di permukaan yang mendingin dan mengeras.

Sutopo menuturkan, jika yang terjadi adalah skenario pertama, maka potensi erupsi akan terus berkurang bahkan mungkin tidak teramati. Nantinya, erupsi baru akan terjadi lagi dengan catatan muncul magma baru di dalam Gunung Agung.

Sementara jika yang terjadi adalah skenario kedua, maka potensi erupsinya akan meningkat karena terjadi peningkatan akumulasi tekanan magma dari bawah.

"Pada waktu tertentu, ketika lava yang menutupi keluarnya magma tadi kekuatannya lebih rendah dari tekanan yang diakumulasi di bawahnya, maka erupsi dapat terjadi," tutur Sutopo.

Sutopo menyampaikan, pada letusan 1963 silam, yang terjadi adalah erupsi skenario kedua, di mana Gunung Agung sempat dalam fase 'istirahat' selama dua minggu sebelum akhirnya meletus dengan ketinggian lontaran material vulkanik mencapai 23 kilometer.

Lamanya waktu atau fase istirahat Gunung Agung, juga akan mempengaruhi kekuatan erupsi dari Gunung Agung. Sutopo menuturkan, jika fase istirahat lama, maka erupsinya mungkin akan lebih eksplosif dari erupsi sebelumnya.

"Jika masa tenangnya pendek maka kemungkinan akumulasi tekanan tidak besar, erupsi terjadi dengan eksplosivitas mirip erupsi kemarin atau lebih rendah dari erupsi tahun 1963," ujar Sutopo.

Dari pemantauan yang dilakukan PVMBG, emisi gas SO2 atau sulfur dioksida saat erupsi pada 26-29 November mencapai 5000-10.000 ton per hari. Namun, pada 30 November emisi gas sulfur dioksida tersebut tiba-tiba menurun 20 kali lipat dari sebelumnya.

"Indikasi kemungkinan ada penyumbatan di bagian bawah," kata Sutopo.

Sementara dari pengamatan satelit, saat erupsi pada 25-29 November diketahui pertumbuhan lava sekitar 100 meter dari lantai kawah. Kemudian pada 30 November hingga saat ini terus melambat dan hanya naik sekitar 10 meter.

Menurut Sutopo, sampai saat ini PVMBG masih terus melakukan pemantauan terhadap Gunung Agung untuk melihat skenario mana yang kemungkinan akan terjadi.

Namun harapan dari semua pihak, Gunung Agung erupsi dengan skenario pertama, sehingga dampak erupsi tidak berkepanjangan dan para pengungsi bisa kembali pulang.

"Jalan yang kita harapkan kemungkinan pertama, erupsinya selesai, masyarakat bisa segara pulang dari pengungsian dan kembali beraktivitas normal," ujar Sutopo. (osc/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER