'Politik Sendiri' Gerindra di Pilkada Tanah Jawa

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Rabu, 13 Des 2017 09:57 WIB
Manuver politik Gerindra dalam menghadapi Pilkada serentak tahun 2018 mulai muncul ke permukaan dan mengejutkan karena mengusung calon sendiri di Pilkada.
Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto telah mengumumkan pengusungan Mayor Jenderal (Purnawirawan) TNI Sudrajat sebagai bakal calon Gubernur Jawa Barat dalam Pilkada 2018. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Manuver politik Gerindra dalam menghadapi Pilkada serentak tahun 2018 mulai muncul ke permukaan dan mengejutkan adalah mengusung calon sendiri di Pilkada di pulau Jawa.

Kejutan pertama dilakukan Gerindra dengan mengusung Mayor Jenderal (Purnawirawan) TNI Sudrajat sebagai bakal calon gubernur (cagub) Jawa Barat. Dukungan disampaikan langsung Ketum Gerindra Prabowo Subianto di kediamannya di Hambalang, Jabar pada akhir pekan lalu.

Setelah deklarasi itu, Gerindra melanjutkan kejutannya dengan menunjuk mantan Ketua PSSI La Nyalla Mattalitti sebagai bakal cagub Jatim. Meski belum resmi, Gerindra sudah meminta La Nyalla untuk mencari koalisi agar dukungan kepada eks Ketua PSSI itu terealisasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terakhir, Gerindra pada hari ini dijadwalkan akan mengumumkan secara resmi sosok yang diusung maju dalam Pilkada Jawa Tengah. Eks menteri ESDM Sudirman Said pun disebut-sebut sebagai sosok bakal calon gubernur Jateng yang akan diumumkan Gerindra di kediaman Prabowo di Jalan Kartanegara, Jakarta.

Seluruh pengurus DPD, DPC, hingga anggota Fraksi Gerindra asal Jateng diminta Prabowo hadir dalam agenda tersebut.

Menyikapi manuver Gerindra tersebut, pengamat politik Ubedilah Badrun menilai itu adalah strategi untuk mengetahui suara awal para pemilih.

"Apa yang dilakukan oleh Gerindra untuk memunculkan calon dari mereka sendiri itu sebagai upaya untuk membaca seberapa besar rakyat memilih pilihan Gerindra. Jadi seperti menguji loyalitas dan menguji daya elektabilitasnya," ujar pengajar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/12).

Ubedilah memaparkan, langkah mandiri Gerindra dalam Pilkada, dan belum melibatkan koalisi juga sebagai gambaran kepercayaan diri sebagai parpol yang tengah naik daun. Ia melihat, saat ini Gerindra adalah parpol yang memiliki elektabilitas terbesar kedua di bawah PDIP.

Dalam survei Poltracking yang dirilis 27 November 2017, elektabilitas Gerindra adalah 13,6 persen di bawah PDIP sebesar 23,4 persen. Bahkan, dalam survei Orkestra pada 3 Desember 2017, elektabilitas Gerindra berada di posisi pertama, yakni sebesar 15,2 persen. Kemudian disusul PDIP sebesar 12,5 persen.

Kejutan Gerindra di Pilkada Pulau JawaLa Nyalla Mattalitti. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Selain untuk menguji seberapa besar suara, Ubedilah menilai, sikap politik Gerindra sebagai bentuk antitesis di tengah tren politik saat ini. Gerindra seolah mencoba membangun tesis sendiri bahwa kemenangan Pilkada tidak harus ditentukan modal finansial atau popularitas.

Cara itu, kata dia, sempat efektif dilakukan Gerindra dalam Pilkada DKI Jakarta dengan mengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang tidak familiar dalam dunia politik. Begitu pula pada Pilkada DKI Jakarta sebelumnya pada 2012 silam di mana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang merupakan kader Gerindra kala itu didukung Prabowo mendampingi Joko Widodo sebagai wakil gubernur.

"Nampaknya Gerindra ingin membangun antitesis bahwa pemegang finansial capital [modal finansial] yang besar tidak menjadi penentu kemenangan. Nampaknyaa Gerindra ingin membalikkan tesis itu berdasarkan pengalaman dia di Jakarta," ujar Ubedilah.

Meski terbilang positif, Ubedilah mengatakan, Gerindra harus benar-benar memastikan sikap politiknya tersebut akan berjalan efektif. Ia menilai sikap itu akan menjadi bumerang bagi Gerindra.

Gerindra, sambungnya, harus memahami sosiologis kultural setiap daerah tidak sama dan membutuhkan pertimbangan matang.

Salah satu hal yang menjadi sorotan Ubedilah, yakni soal alasan Gerindra berencana mengusung La Nyalla. Sebagai sosok yang kontroversial, La Nyalla dinilai tidak memiliki elektabilitas yang cukup untuk menyaingi para bakal cagub di Jatim, seperi Saifullah Yusuf atau Khofifah Indar Parawansa.

Sementara untuk Sudrajat dan Sudirman, Ubedilah melihat dua sosok tersebut cukup memenuhi kriteria meski belum tentu optimal menggaet pemilih di Jabar dan Jateng.

Sudirman selaku putra asli Jateng diyakini mampu menjadi pesaing bagi petahana Gandjar Pranowo yang kini memiliki beberapa persoalan.

"Sudrajat masih ada sisinya nyunda-nya, masih ada pertimbangan sosiologislah. Tapi kalau La Nyalla saya agak aneh di Jatim, terkesan nekat," ujar Ubedilah.

Gerindra pun dinilai tak akan menutup pintu untuk menjalin koalisi dengan sejumlah partai, terutama koalisi tradisional sejak Pilpres 2014 bersama PKS dan PAN, jika strategi politiknya tidak sesuai dengan target. Hal itu dianggap wajar oleh Ubedilah karena politik bersifat dinamis dan fleksibel. (kid/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER