Politik Para Jenderal dan Carut Marut Demokrasi Parpol

Dhio Faiz | CNN Indonesia
Rabu, 03 Jan 2018 13:40 WIB
Rencana keikutsertaan para jenderal aktif di Pilkada Serentak 2018 dinilai sebagai kegagalan partai politik (parpol) menjalankan fungsinya.
Rencana keikutsertaan para jenderal aktif di Pilkada Serentak 2018 itu dinilai sebagai kegagalan partai politik (parpol) menjalankan fungsinya. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 akan bergulir pertengahan tahun ini. Yang menarik perhatian, sejumlah perwira tinggi (Pati) aktif dari TNI dan Polri memutuskan untuk ikut serta dalam kontestasi tersebut.

Keikutsertaan para jenderal aktif itu dinilai sebagai kegagalan partai politik (parpol) menjalankan fungsinya. Demikian penilaian peneliti senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (2/1).

Menurutnya, tugas parpol di masyarakat adalah menyiapkan dan mempromosikan kadernya secara transparan dan akuntabel. Namun, yang tren saat ini malah mengambil sosok bukan kader, termasuk perwira yang masih aktif di institusi TNI dan Polri secara tiba-tiba.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lah ini banyaknya pilkada ternyata partai tidak bisa mengusung kadernya sendiri. Untuk apa bangun partai?" kritik Siti.

Selain bentuk nyata kegagalan kaderisasi parpol, kata Siti, keikutsertaan perwira tinggi (Pati) aktif pun berpotensi menabrak undang-undang yang ada. Praktik politik semacam ini hanya akan menciptakan dwifungsi dari kedua institusi tersebut.

Pasal 2 dan 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara tegas memagari personel TNI dari segala kegiatan politik. Untuk personel Polri, Pasal 28 Undang-Undang Polri Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, menuntut netralitas polisi dalam urusan politik.

"Apa mereka tidak baca Undang-undang? Itu tidak boleh. Itu sudah masuk politik praktis," tutur Siti.

Sebagian dari para jenderal baik dari TNI maupun Polri yang akan ikut kontestasi Pilkada itu pun mengajukan pengunduran diri dari institusi yang dibela. Salah satunya, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat Letnan Jenderal Edy Rahmayadi yang hendak maju di Pilkada Sumatera Utara.

Soal parpol yang memilih mendorong sosok pati aktif untuk mundur dari institusi dan maju dalam Pilkada itu disebut Siti jadi bagian dari carut marut demokrasi Indonesia. Ia mengatakan, apa yang terjadi ini bukan cerminan demokrasi, karena seharusnya menjamin keterukuran, kepastian, dan kejelasan.

Saran Bagi Parpol

Soal carut marut ini, Siti mengatakan, parpol bisa mulai membenahinya lewat penguatan dewan pimpinan daerah (DPD). Menurutnya sistem yang diterapkan sekarang ini cenderung tersentralisasi.

Semua keputusan dikembalikan ke dewan pimpinan pusat (DPP). DPP hanya memilih sosok yang menurut evaluasi mereka memiliki kans besar untuk menang. Padahal DPD yang lebih tahu kebutuhan daerah pemilihan masing-masing dan putra daerah yang mampu memenuhinya.

"DPD yang tahu. DPD harus punya otoritas menentukan calon seperti apa yang akan diturunkan," ucapnya.

Pada perhelatan Pilkada Serentak 2018 sejumlah nama Pati aktif TNI dan Polri memutuskan maju. Di lingkungan TNI, ada nama Letjen Edy Rahmayadi yang memutuskan maju sebagai bakal calon gubernur Sumatera Utara. Edy sudah mengantongi 38 kursi dari dukungan Gerindra, PKS, PAN, dan Hanura.

Di jajaran Polri, ada Kapolda Kaltim Irjen Pol Safarudin yang hendak maju sebagai bakal calon gubernur Kaltim. Safarudin menjadikan PDIP sebagai kendaraan politiknya.

Selanjutnya ada Irjen Pol Murad Ismail yang bakal maju untuk kursi gubernur Maluku. PPP, PDIP, Nasdem, PKB, PKPI, dan PAN mengusung Murad Ismail. Lalu ada Wakalemdiklat Polri Irjen Pol Anton Charliyan yang ingin turut serta dalam Pilgub Jabar 2018. Meski begitu belum ada partai yang mengusungnya.

Sebelumnya juga ada nama Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Paulus Waterpau yang ingin maju dalam Pilkada Papua. Namun keikutsertaannya batal karena jasanya masih dibutuhkan Polri.

Di Riau ada Brigadir Jenderal Edy Natar, yang merupakan Komandan Komando Resort Militer 31/Wirabima, Riau. Ia diplot PAN untuk menjadi wakil gubernur yang berpasangan dengan Syamsuar sebagai calon gubernur Riau. (kid/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER