Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Direktur Imparsial Gufron Mabruri menilai politisasi identitas berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di ajang pilkada serentak melanggar hak asasi manusia (HAM).
Gufron menyebut politisasi identitas merupakan praktik politik yang tak beradab. Praktik yang marak belakangan ini membentuk polarisasi atau pengotak-kotakan di masyarakat.
"Mengajak melakukan diskriminasi, kekerasan kepada kelompok lain karena identitasnya, jelas sesuatu yang melanggar hak asasi manusia," katanya pada jumpa pers di Kantor Imparsial di Jakarta, Kamis (18/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Imparsial Al Araf menyebut politisasi identitas menabrak Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi Indonesia lewat UU Nomor 12 Tahun 2005.
Selain itu, penggunaan politisasi identitas dalam berpolitik juga tidak sehat bagi demokrasi Indonesia. Ia mencontohkan politisasi identitas di Rwanda dan Yugoslavia yang berujung pada konflik dan kekerasan antarkelompok masyarakat.
"Taruhannya besar buat bangsa ini jika selalu menggunakan politisasi identitas sebagai strategi politik," ujarnya.
Maka itu, kata Al Araf, Imparsial meminta seluruh pihak baik pemerintah, masyarakat, dan kontestan politik tak lagi melanggengkan politisasi identitas. Ia berharap kontestasi politik di Indonesia lebih ke arah substantif.
"Kami harap berjalan demokrasi yang substantif, lebih mengunggulkan ide dan gagasan," katanya.
(pmg/wis)