Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau masyarakat yang memiliki hak suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018, tak memilih calon yang melakukan politik uang atau 'membeli' suara.
"Jadi kepada masyarakat seluruh indonesia yang ada Pilkada di daerahnya jangan pilih kandidat yang mau bayar (suara). Itu imbauan dari kami," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jakarta, kemarin.
 Laode M Syarif. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) |
Pada Pilkada serentak 2018 ini, ada 171 daerah yang menggelar pemungutan suara yakni di 17 provinsi, 115 kabupaten, dan 39 kota. Sudah ada 569 bakal pasangan calon kepala daerah yang mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) daerah masing-masing.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan terjebak dengan janji-janji uang dari para calon kandidat ini," ujar Laode mewanti-wanti.
Syarif menuturkan, kandidat calon kepala daerah yang mau membayar suara para pemilih itu bukan calon yang baik. Menurut dia, calon kepala daerah seperti itu tak memiliki gagasan untuk masyarakat yang akan dipimpinnya sampai lima tahun mendatang.
Bukan tanpa alasan KPK menyampaikan hal tersebut. Laode menuturkan sejak 2004 sampai 2017 ada 87 kepala daerah yang dijerat karena kasus korupsi dari mulai penggelembungan anggaran, suap, gratifikasi hingga pencucian uang.
Untuk tahun lalu, kata Laode, sebanyak satu gubernur dan 11 kepala daerah, baik itu wali kota/bupati maupun wakil menjadi tersangka di KPK.
Korupsi yang mereka lakukan ditenggarai karena ongkos politik yang mahal dalam setiap kontestasi, sehingga harus mengembalikan 'modal' awal tersebut. Selain itu, dana tersebut ditenggarai untuk modal maju kembali di periode selanjutnya.
Salah satunya, yang terbaru adalah Wali Kota nonaktif Tega Siti Mashita Soeparno. Sosok perempuan yang pernah meraih penghargaan 'Perempuan Terinspiratif' dari Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak itu diduga menerima suap untuk mengumpulkan modal Pilkada 2018.
Siti sudah dibawa ke meja hijau dan didakwa menerima suap sebanyak Rp8,8 miliar yang diterima dari berbagai pihak.
Selain Siti, contoh lain adalah operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK atas Bupati Hulu Sungai Tengah (Kalimantan Selatan), Abdul Latif pada awal bulan ini.
Dia diduga menerima suap sebesar Rp3,6 miliar dari proyek pengerjaan ruang perawatan kelas I, kelas II, VIP, dan super VIP di RSUD Damanhuri.
(kid)