Mahfud: Pasal Penghinaan Presiden Boleh Jika Beda Substansi

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Jumat, 02 Feb 2018 20:18 WIB
Menurut Mahfud MD, pasal penghinaan presiden bisa dihidupkan kembali jika substansinya berbeda dengan pasal yang dihapus Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengimbau DPR tak perlu menunda pengesahan RKUHP. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai pasal penghinaan presiden yang dihidupkan kembali dalam Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak boleh mengandung substansi yang sama dengan sebelumnya.

Dalam KUHP sebelum direvisi, pasal penghinaan presiden sudah dihapus oleh MK pada 2006 karena dinilai bertentangan dengan konstitusi. Pasal-pasal penghinaan presiden yang dihapus MK saat itu adalah Pasal 134, 136, dan 137 KUHP.

"Kalau sama tidak boleh, dan MK membolehkan kalau ada unsur baru," kata Mahfud di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (2/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud mencontohkan, jika ada orang menggugat ke MK, namun materi gugatan sama seperti sebelumnya, tidak diperbolehkan. Sebaliknya, jika ada unsur atau alasan baru yang rasional meski objeknya sama, baik gugatan di MK atau sebuah pasal di UU, dapat diperbolehkan.

"Karena sebuah pasal yang substansinya dihilangkan tapi diganti substansi lain itu tidak apa-apa," katanya.

Mahfud menduga, pasal penghinaan presiden dibatalkan MK pada 2006 karena dianggap sebagai pasal karet. Jika pasal tersebut kembali dimasukkan dengan mengubah unsur seperti terkait keamanan negara atau demi kelancaran pemerintahan, itu diperbolehkan.

Dalam draf terakhir RKUHP, penghinaan Presiden diatur pada Pasal 262 sampai dengan 264. Kriteria penghinaan kepada presiden secara spesifik diatur pada Pasal 264 yang berbunyi:

"Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."

Sementara kriteria penghinaan kepada presiden pada KUHP lama secara spesifik diatur pada Pasal 137 Ayat 1 yang berbunyi:

“Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya menghina Presiden atau Wakil Presiden dengan niat supaya isinya yang menghina itu diketahui oleh orang banyak atau diketahui oleh orang banyak, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.”

Salah satu perbedaan dalam kedua pasal itu terletak pada pencantuman soal menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang tercantum di RKUHP.

Mahfud mengaku belum membaca rumusan RKUHP yang saat ini tengah proses sinkronisasi di Panitia Kerja Komisi III DPR.

Walaupun begitu, Mahfud meminta agar pengesahan RKUHP tidak perlu ditunda-tunda.

"Karena kalau hanya menunggu semua orang setuju tidak selesai-selesai. Nanti disahkan saja dulu, kalau ada yang seperti itu mari uji ke MK, bahwa itu tidak boleh karena sudah ada keputusan MK," katanya. (wis)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER