Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menilai kritik simbolis dari Ketua BEM Universitas Indonesia, Zaadit Taqwa, saat mengacungkan kartu kuning kepada Presiden Joko Widodo di acara Dies Natalis ke-68 UI, tidak memiliki substansi.
Zaadit memberikan kartu kuning kepada Jokowi untuk mengingatkan tiga persoalan yakni wabah campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua isu kembalinya Dwifungsi TNI/Polri, dan pembatasan ruang gerak organisasi mahasiswa.
"Enggak ada isinya. Nirsubstansi," kata Adi kepada
CNNIndonesia.com, Senin (5/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adi terutama menyoroti isu wabah campak dan gizi buruk di Asmat.
Menurutnya, permintaan Zaadit tersebut tidak substansial dan tidak bermakna serta tidak relevan, Sebab, Jokowi dan sejumlah kementerian telah mengirim tim ke Asmat untuk menanggulangi masalah gizi buruk.
Ia pun menduga Zaadit lebih dipicu oleh faktor kebencian terhadap presiden, sehingga mengabaikan fakta-fakta di lapangan.
"Bahkan sudah berkali-kali, kan, Menteri Sosial dan Menteri Kesehatan mengirim tim dan bantuan ke sana. Seharusnya Zaadit mengecek fakta juga, agar tidak percuma," kata Adi.
"Lagipula, publik ramai bukan karena isi kritiknya, tapi cara dia memberikan kartu kuning di forum resmi," lanjutnya.
Adi membandingkan apa yang dilakukan Zaadit dengan aktivisi di masa lalu. Ia mengklaim dahulu, aktivis selalu mengecek ulang fakta di lapangan sebelum menyampaikan aspirasi untuk menghindari kesalahpahaman.
Zaadit, menurut dia, harus meniru hal tersebut.
Presiden Jokowi sendiri merespons kartu kuning dari Zaadit dengan menyatakan akan mengirim Ketua BEM UI ke Asmat, untuk mengetahui medan alam yang harus dihadapi pemerintah dalam mengatasi wabah campak dan gizi buruk di sana.
Kendati demikian, Jokowi tidak mempermasalahkan aksi 'kartu kuning' BEM UI itu.
"Ya yang namanya aktivis muda, namanya mahasiswa dinamika seperti itu biasalah, saya kira ada yang mengingatkan itu bagus sekali," ungkap Presiden.
(wis)