Jakarta, CNN Indonesia -- Selain penambahan jumlah kursi pimpinan dewan, proses revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) juga menyepakati perubahan pasal 245 tentang pemeriksaan anggota dewan dalam kasus hukum. Bahwa, perlu ada pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR sebelum mendapat izin dari Presiden.
Ketua DPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengklaim, kesepakatan tentang keharusan pertimbangan MKD itu tidak akan menghambat proses hukum.
"Yang memberi izin kan presiden. (MKD) memberi pertimbangan saja, bukan berarti menghambat. MKD bisa mempertimbangkan bahwa laporan ini sumir, ini untuk dikirim sesuai dengan bukti-bukti ditemukan oleh penegak hukum," kata dia, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diberitakan sebelumnya, DPR dan Pemerintah, pada Rabu (7/2) malam, menyepakati sejumlah perubahan pasal dalam UU MD3. Di antaranya, komposisi pimpinan DPR, MPR, dan DPD, serta izin pemeriksaan anggota dewan.
Bamsoet menyebut, pasal hasil revisi ini membuiat proses perizinan pemeriksaannya bermula dari pertimbangan MKD. Pertimbangan ini diberikan kepada pimpinan DPR. Pihak terakhir kemudian meneruskannya kepada Presiden.
Baginya, setiap anggota dewan berhak mendapatkan kehormatan sebagai anggota. MKD, katanya, sebagai lembaga yang menjaga kehormatan anggota dewan perlu memberikan pertimbangan untuk pimpinan DPR.
"Sama seperti wartawan lah, kan tidak mungkin dibawa ke polisi, pasti ada Dewan Pers. Ada aturan yang melindungi kehormatan profesi," dalihnya.
 Bekas Ketua DPR Setya Novanto, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/1). Ia pernah memakai alasan izin dari Presiden untuk mangkir dari pemeriksaan KPK. (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) |
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut, revisi pasal itu salah satunya mempertimbangkan soal kemungkinan tindakan represif aparat penegak hukum terhadap tugas anggota dewan dan juga merupakan bagian dari hak imunitas anggota DPR.
"Terkait aturan itu sudah cukup jelas. Nanti kita lihat respon paripurna dan pemerintah," kata dia.
Sia-sia Ulur WaktuTerpisah, Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas menjelaskan, pasal tersebut terkait hak imunitas anggota dewan dan diklaim tidak akan menghambat proses pemeriksaan anggota DPR oleh penegak hukum.
"Itu peran MKD nanti dalam proses pidana tidak akan hambat proses izin yang dikeluarkan presiden, karena ada batas limit waktunya," ujarnya.
Pertimbangan MKD, kata Supratman, tidak bersifat mengikat. Presiden disebut bisa tidak menggunakan pertimbangan MKD untuk memberikan izin bagi penegak hukum memeriksa anggota dewan.
Jika MKD mengulur waktu dengan tidak memberi pertimbangan kepada presiden untuk memberi izin, maka pertimbangan itu tidak lagi berlaku.
Di samping itu, pertimbangan MKD dan izin Presiden tidak berlaku terhadap anggota dewan yang terjerat tindak pidana khusus.
"Pertama, tertangkap tangan tidak perlu izin presiden. Kedua, tipidsus korupsi, dan sebagainya, diancam pidana mati atau pidana seumur hidup tidak perlu izin presiden," papar dia.
Sebelumnya, Panja Revisi UU MD3 juga menyepakati penambahan jatah satu kursi Wakil Ketua DPR, tiga kursi Wakil Ketua MPR, dan satu pimpinan DPD.
Mahkamah Konstitusi pernah membatalkan pasal 245 ayat (1) dalam putusan uji materi Nomor 76/PUU XII/2014. Bahwa, pemeriksaan anggota dewan yang tersangkut hukum hanya melalui izin Presiden, tidak melalui izin MKD DPR.
(arh/gil)