Jakarta, CNN Indonesia -- DPR dan pemerintah menyepakati penambahan poin pada pasal terkait pemanggilan paksa pihak yang akan diperiksa untuk menjalankan fungsi pengawasan dalam Pasal 73 revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menjelaskan, penambahan itu merupakan respons atas permintaan Kapolri Jenderal Tito Karnavian ketika rapat kerja dengan Komisi III DPR.
"Sehingga yang kita tambah itu adalah mekanisme prosedurnya, supaya nanti Kapolri itu ada dasar hukum untuk melakukan pemanggilan paksa," kata Supratman di Gedung DPR, Kamis (8/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permintaan Kapolri itu, kata Supratman, merupakan buntut atas ketidakhadiran salah seorang gubernur ketika dipanggil Komisi III DPR. Kapolri beralasan tidak bisa memanggil paksa karena hukum acara di UU MD3 tidak jelas.
Selain itu, lanjutnya, tambahan poin aturan pemanggilan paksa juga terkait Pansus Angket KPK yang tidak dapat memanggil paksa lembaga antikorupsi itu karena kepolisian tak bisa melakukannya.
"Jadi itu bukan ada tambahan. Memang permintaan kepolisian, pada saat raker dan panitia angket juga meminta seperti itu," katanya.
Untuk mengimplementasikan itu, Supratman menyerahkan kepada kepolisian untuk membuat peraturan internal. Nantinya, Komisi III DPR dan Kapolri akan membahas lebih lanjut hal itu dalam rapat kerja.
"Insyaallah nanti DPR dengan mitra kerja Komisi III bersama Kapolri tentu akan membahas, apalagi ini kan sudah perintah UU, bahwa mekanisme pemanggilan paksa itu, sudah diatur dan diserahkan sepenuhnya kepada peraturan kepolisian tentang mengatur lebih lanjut soal mekanisme," katanya.
Pada Pasal 73 ayat 4 diatur bahwa DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan kepolisian jika seorang yang dipanggil DPR dalam melaksanakan wewenang dan tugasnya, tidak hadir tiga kali berturut-turut.
Dalam revisi UU MD3, Pasal 73 mengalami penambahan dua ayat. Pada ayat 5 diatur bahwa Pimpinan DPR dapat mengajukan permintaan tertulis kepada Kapolri terkait alasan pemanggilan paksa dan Kapolri memerintahkan anak buahnya untuk memanggil paksa subjek yang dipanggil DPR.
Sementara ayat 6 dan 7, kepolisian dapat melakukan penyanderaan selama 30 hari dalam menjalankan panggilan paksa.
(osc/pmg)