Jakarta, CNN Indonesia -- Putri Presiden kedua RI Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek memandang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) harus dihidupkan kembali agar terjadi kesinambungan setiap pergantian presiden di Indonesia.
Titiek melihat setelah reformasi, setiap presiden memiliki kebijakan-kebijakan sendiri tanpa adanya kesinambungan dengan kebijakan yang sebelumnya.
"GBHN saya merasa itu perlu, ternyata setelah reformasi saya merasakan hal itu. Kalau tidak ada GBHN sebagai haluan, negara melenceng karena kepala negara sendiri-sendiri. Saya rasa GBHN itu bisa dijadikan haluan oleh setiap presiden," ujarnya dalam acara Bulan HM Soeharto di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Minggu (11/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Titiek mengatakan dalam kepemimpinan rezim Soeharto, Indonesia mengalami pembangunan yang berkesinambungan dan terukur dengan keberadan GBHN. Ia juga menyebut Indonesia mengalami kestabilan dan perkembangan dalam berbagai aspek krusial.
"Dalam masa kepemimpinan Pak Harto, bangsa kita dapat melaksanakan pembangunan yang terarah dan terukur dengan adanya GBHN. Situasi politik terkendali, ekonomi tumbuh, kebudayaan berkembang baik, serta keamanan terjaga," katanya.
Oleh karena itu, Titiek berharap pemerintah saat ini dan yang akan datang berkenan meneruskan dan mencontoh kepemimpinan ayahnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mewacanakan diterapkannya kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan.
"Arah politik pemerintahan yang disusun berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah seharusnya ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara," katanya di kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (8/3).
Megawati mengatakan GBHN merupakan suatu kebijaksanaan umum penyelenggaraan negara Indonesia. GBHN, menurutnya, memiliki turunan, yakni berupa garis-garis besar pembangunan yang berisi semacam cetak biru (
blue print) rencana pembangunan nasional.
(res)