Warga Luwuk Melawan Penggusuran, 26 Orang Masih Ditahan

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Selasa, 20 Mar 2018 11:29 WIB
Eksekusi lahan di Tanjung Luwuk, Sulawesi Tengah, ricuh karena warga setempat menolak penggusuran. Polres Banggai masih memeriksa 26 orang yang ditangkap.
Ilustrasi penggusuran. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Eksekusi lahan di Tanjung Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah berujung ricuh pada Senin (19/3). Sebanyak 26 orang masih ditahan polisi hingga hari ini karena melawan proses penggusuran lahan seluas 20 hektar.

"Saat peristiwa mereka menghalangi pelaksanaan eksekusi," kata Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah AKBP Hery Murwono kepada CNNIndonesia.com, Selasa (20/3).

Hery mengatakan saat ini mereka diamankan di Markas Polres Banggai untuk menjalani proses pemeriksaan. Sementara pihak Polda masih menunggu hasil pemeriksaan terhadap 26 orang itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masih dalam pemeriksaan di Polres," kata Hery.
Dia mengatakan saat proses eksekusi berlangsung, pihaknya mengerahkan aparat kepolisian sebanyak 837 personel gabungan dari Polres Banggai dan Polda Sulteng.

Hery mengklaim telah mengimbau warga yang menolak eksekusi lahan untuk membubarkan diri di lokasi. Polisi juga telah memberikan kelonggaran waktu hingga selesai salat zuhur.

"Mediasi juga, tapi tidak dihiraukan, hingga akhirnya terjadi perlawanan dari pihak warga yang sudah mempernjatai diri dengan bom molotov, bambu runcing," katanya.

Bahkan menurut Hery, saat peristiwa tersebut warga juga melakukan perusakan gedung.

Dia menambahkan atas kejadian itu dua korban dari pihak kepolisian dan warga mengalami luka-luka. Namun Hery mengklaim keduanya telah diberi perawatan kesehatan.
Sementara itu, Ode Haris, salah satu warga Tanjung yang menjadi korban eksekusi lahan pada tahap pertama mengatakan masyarakat setempat pada dasarnya meminta diberi ruang negosiasi agar perkara yang dipersengketakan menjadi klir.

"Ini eksekusi yang dipaksakan, brutal, dan jauh dari objek yang dipersengketakan sehingga menyangkut kepemilikan orang lain, warga tidak terima," kata Haris saat dihubungi kemarin.

Proses Eksekusi

Penggusuran paksa atas tanah seluas 20 hektar itu merupakan tempat bermukim sekitar 1400 jiwa warga Tanjung. Kali ini merupakan eksekusi kedua yang dilakukan Pengadilan Negeri Luwuk.

Proses eksekusi dilakukan sejak pukul 09.00 WITA dan berakhir setelah berita acara salinan putusan pengadilan untuk mengeksekusi lahan dibacakan pada pukul 15.45 WITA.

Hingga malam hari, situasi di lapangan masih mencekam, listrik dipadamkan dan beberapa warga masih bertahan di lokasi eksekusi. Sejumlah personel gabungan Brimob dan TNI juga berjaga dan mendirikan tenda serta memblokade akses masuk ke lokasi eksekusi.

Pada pertengahan Mei 2017, Pengadilan Negeri Luwuk memutuskan perkara permohonan pihak yang mengaku sebagai ahli waris untuk eksekusi penggusuran rumah dan pemukiman warga.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebutkan, akibat putusan pengadilan itu, sekitar 200 unit rumah warga dan 343 keluarga yang terdiri dari 1.411 jiwa menjadi korban penggusuran sepihak.

Warga terdampak penggusuran pun terpaksa tinggal di puing-puing pemukiman mereka yang sudah rata dengan tanah.

Menurut data KPA, penggusuran ini akibat kekeliruan putusan hukum dan kebijakan aparat pemerintah. Konflik agraria di lokasi ini pada dasarnya merupakan sengketa perdata antara dua pihak yang seharusnya tidak melibatkan tanah dan pemukiman warga lainnya.

Namun, objek putusannya meluas ke rumah dan pemukiman warga karena ketidakjelasan putusan objek sengketa oleh PN Luwuk.
Surat BPN RI Kantor Wilayah Sulteng bernomor 899/72/VI/2017 perihal Penjelasan Eksekusi Tanah di Kelurahan Simpong, Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai menyatakan bahwa pelaksanaan eksekusi di lapangan mengalami perluasan dari obyek perkara yang sebenarnya, sehingga menyangkut kepemilikan tanah orang lain yang sudah bersertifikat.

KPA menilai putusan dan perintah pengosongan lahan oleh PN Luwuk telah keliru karena berada pada obyek tanah yang secara sah dimiliki warga. Hal itu dibuktikan dengan sertifikat (SHM) resmi Kementerian ATR/BPN.

"Ini menunjukkan bahwa putusan dan eksekusi penggusuran tersebut cacat hukum," kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika dalam keterangan tertulis.

Sementara Korwil KPA Wilayah Sulawesi Tengah Noval Apek Saputra mengatakan pihaknya mengantongi data terkait korban luka-luka atas kejadian itu sebanyak lima orang. Sementara 26 orang lainnya masih ditahan Polres Banggai.

"Masyarakat minta negosiasi pemda setempat Bupati Luwuk, tapi tidak diindahkan dan tetap gusur," katanya. (pmg/ugo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER