Jokowi Didesak Setop Monopoli Lahan 171 Juta Hektare

Anugerah Perkasa | CNN Indonesia
Senin, 26 Sep 2016 09:02 WIB
Pemerintah hanya memberikan sekitar 646 ribu hektare lahan untuk masyarakat.  Lebih dari 14 juta petani rata-rata memiliki lahan di bawah 0,5 hektare.
Pemerintah hanya memberikan sekitar 646 ribu hektare lahan untuk masyarakat. Lebih dari 14 juta petani rata-rata hanya memiliki lahan di bawah 0,5 hektare. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Yogyakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo didesak untuk menghentikan monopoli tanah yang mencapai 171,58 juta hektare  hingga tahun lalu yang salah satunya diakibatkan karena penguasaan perusahaan skala besar di sektor kehutanan.

Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Mohammad Ali menyatakan, penguasaan lahan itu menimbulkan dampak terhadap 14 juta petani yang rata-rata memiliki lahan di bawah 0,5 hektare.

Di masa pemerintahan Jokowi, katanya, tren pemberian lahan untuk korporasi meningkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AGRA mencatat hingga tahun lalu sedikitnya 13 perusahaan swasta, BUMN di sektor kehutanan, serta lahan untuk taman nasional dan klaim kawasan hutan pemerintah mencapai 171.582.538 hektare.
Sektor kehutanan itu terdiri kebun kelapa sawit, kertas, kayu dan karet.

Luas konsesi perusahaan swasta, BUMN serta taman nasional diperkirakan mencapai 37.573.538 hektare, sedangkan klaim kawasan hutan pemerintah mencapai 134 juta hektare.

“Monopoli tanah menyebabkan petani dan buruh tani kehilangan sandaran hidupnya,” kata Ali ketika dikonfirmasi, Minggu (25/9). 

“Perampasan tanah sama sekali tidak berkurang.”

Menurutnya, lima juta buruh tani sangat menggantungkan hidup mereka dengan lahan yang digarap. AGRA mendesak agar pemerintah menghentikan penguasaan lahan untuk perusahaan besar dan memperkuat petani, salah satunya melalui redistribusi lahan untuk masyarakat.

Organisasi itu mencatat pemerintah hanya memberikan sekitar 646.476 hektare lahan untuk masyarakat. Lahan itu diperuntukkan bagi Hutan Kemasyarakatan (HK), Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR).

Ali menegaskan yang dilakukan oleh pemerintah sejauh ini justru mempercepat kehilangan lahan masyarakat dengan program sertifikasi secara besar-besaran. Dia menuturkan program itu bukan untuk para petani melainkan untuk menciptakan pasar baru di sektor pertanahan.

Terpisah, Presiden Jokowi sebelumnya mencatat sekitar 10,2 juta orang tak memiliki aspek legal untuk sumber daya hutan. Selain itu, pemerintah juga menyatakan ada 25.863 desa berada di kawasan hutan dan memiliki ketergantungan tinggi terhadap sumber daya tersebut.

Dalam situs Sekretariat Kabinet, Presiden menyatakan luas HTR ditargetkan mencapai 5,4 juta hektare namun hanya mencapai 702.000 hektare hingga 2014. Sedangkan HD dan HK ditargetkan seluas 2,5 juta hektar, namun baru mencapai 610 hektare pada periode yang sama.

“Berikan perhatian terhadap hak-hak masyarakat adat dan segera mengeluarkan penetapan hutan adat terutama yang telah memenuhi persyaratan. Ini tolong digarisbawahi mengenai hutan adat,” kata Presiden dalam situs tersebut pada pekan lalu.

Pupuk dan Pestisida

Tak hanya soal lahan, masalah lain yang dihadapi petani adalah pupuk dan pestisida. Toyyibah, petani asal Desa Plosorejo, Kademangan, Blitar, Jawa Timur meminta pemerintah untuk membuat harga pupuk dan pestisida lebih murah.

“Waktu mau mupuk, pupuk susah didapat dan harga tinggi,” kata Toyyibah ketika dihubungi, beberapa waktu lalu. “Kami meminta agar pemerintah menurunkan harga pupuk dan obat (pestisida).”

Dia menuturkan harga untuk pupuk berkisar Rp300.000 untuk satu musim tanam. Kelangkaan pupuk dan harga yang relatif mahal, kata Toyyibah, hingga hari ini masih dihadapi para petani.

Bappenas mencatat para petani gurem berada dalam kategori 40 persen penduduk dengan pendapatan terendah. Di sisi lain, BPS mencatat tingkat kemiskinan di pedesaan pun kini semakin meningkat. Dari 14,09 persen per September 2015 menjadi 14,11 persen per Maret 2016, akibat kenaikan harga pangan. (rel/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER