Jakarta, CNN Indonesia -- Banjir bandang di Jatihandap yang menggenangi ruas lalu lintas Cicaheum, Kota Bandung kemarin terjadi akibat hujan deras di Kawasan Bandung Utara (KBU).
Hal tersebut berdasar pada analisa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Rabu (21/3).
Dari hasil pengamatan pos hujan observasi Lembang, curah hujan yang terjadi di KBU mencapai 45 milimeter. Tingginya curah hujan didasarkan atas terbentuknya awan Cumulonimbus di sekitar KBU.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala BMKG Klas 1 A Bandung, Toni Agus Wijaya, mengatakan berdasarkan data klimatologi, Maret merupakan bulan dengan curah hujan paling tinggi untuk wilayah Bandung.
Banjir bandang di Jatihandap kemarin terjadi akibat jebolnya tanggul Sungai Cicabe di kawasan tersebut saat hujan deras pada petang, sekitar pukul 16.30 WIB. Banjir bandang itu membawa lumpur yang lalu menutupi ruas jalan nasional, Jalan Ahmad Yani, Cicaheum, Kota Bandung.
Akibat lumpur yang menumpuk, lalu lintas dari Bandung kota menuju Bandung timur via Cicaheum pun lumpuh dari petang hingga malam hari.
Deputi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Dwi Rena menyatakan selain akibat hujan deras, banjir bandang itu terjadi akibat alih fungsi lahan di kawasan Bandung Utara (KBU).
"Kami tahu persis KBU itu sudah beralih fungsi betul, bukan lagi kawasan resapan tetapi semuanya sudah jadi hutan beton di sana. Berpengaruh sekali terhadap banjir kemarin. Jadi, meski intensitas curah huan cukup tinggi, tapi karena tidak ada pengikat airnya. Sehingga langsung meluncur ke bawah airnya," ujar Dwi Rena saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (21/3).
Dwi Rena menegaskan, kawasan Bandung Utara, sebagai dataran tinggi di Cekungan Bandung seharusnya ditanam tanaman keras. Itu pun karena kawasan itu merupakan kawasan resapan.
"Alih fungsinya bukan hanya hutan beton, tetapi banyak juga di atas itu yang dijadikan ladang oleh penduduk, tanaman sayuran juga memengaruhi. Tetapi sebetulnya tanaman sayuran bisa diakali diselingi tanaman keras," tutur Dwi Rena.
Suasana rumah yang roboh akibat banjir bandang di Kecamatan Jatihandap, Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/3). (Antara Foto/Raisan Al Farisi) |
Dwi Rena mengatakan saat ini pihaknya menilai daerah resapan yakni kawasan ruang terbuka hijau di kawasan kota Bandung belum maksimal secara fungsi. Selain itu, persoalan pembangunan perumahan hingga bisnis di kawasan Bandung Utara pun ikut mendorong berkurangnya daerah resapan.
Dia pun menegaskan taman vertikal, bukan jawaban bangunan di kawasan Bandung Utara untuk menjawab kebutuhan RTH. Pasalnya taman vertikal, "tidak membutuhkan lahan cukup kuat yang membuat mereka menjadi resapan secara alami."
Atas dasar itu, terutama akibat banjir bandang di Jatihandap, Dwi Rena menyatakan Walhi Jabar meminta pemerintah baik kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Provinsi Jabar harus meninjau kembali soal izin di kawasan Bandung Utara.
Soal penggunaan lahan, termasuk pembangunan di kawasan Bandung Utara sendiri sebetulnya telah diatur oleh Pemprov Jabar lewat Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016.
Terkait alih fungsi lahan di KBU pun dikritisi pula Kepala Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung Ferdi Linggaswara.
"Banjir kali ini dirasakan relatif cukup besar. Kenapa, karena eksploitasi KBU sudah kritis," ujar Ferdi di Bandung, Selasa (20/3) seperti dikutip
Antara.
Warga mengamati kendaraan yang bertumpuk pasca terseret banjir bandang di Cicaheum, Bandung, Jawa Barat, Selasa (20/3). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi) |
Ferdi mengatakan sebelumnya Diskar PB telah memprediksi bahwa banjir bandang akan melanda kawasan Kota Bandung yang merupakan jalur aliran air di utara.
Masifnya pembangunan hotel-hotel dan permukiman di KBU membuat serapan air berkurang. Air yang seharusnya terserap malah meluncur deras ke kawasan hilir atau menuju Kota Bandung.
"Banjir kali ini dirasakan relatif cukup besar. Saya sudah ingatkan beberapa waktu yang lalu akan terjadi banjir bandang, karena kita tahu beberapa titik KBU yang mencakup empat wilayah (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Cimahi) itu sudah sangat tidak terkendali pembangunannya," katanya.
Ia menyebut, agar banjir bandang tidak terulang, maka penanganan secara terintegrasi antarempat wilayah harus mulai dilakukan. Penanganan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan harus melibatkan seluruh pemerintah daerah di Bandung raya.
(gil)