Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua fraksi Partai NasDem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai penutupan Hotel Alexis merupakan hal biasa. Penutupan hotel yang terletak di Jalan RE Martadinata, Ancol, Jakarta Utara tidak perlu digembar-gemborkan secara berlebihan kepada publik.
Menurut Bestari, selama syarat administrasi untuk pencabutan tanda daftar usaha pariwisata (TDUP) PT Grand Ancol Hotel terpenuhi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tinggal menerbitkan surat pemberitahuan kepada pihak yang bersangkutan tanpa perlu publikasi berlebihan melalui media.
"Karena menurut saya, penutupan ini adalah hal yang biasa saja. Tidak istimewa dan harusnya itu kelas camat dan wali kota sudah cukup," kata anggota dewan Komisi D itu di kantornya, Rabu (28/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Selasa (27/3), Anies menggelar konferensi pers terkait penutupan usaha Alexis Group secara keseluruhan. Sebelum konferensi pers itu, Anies melarang anak buahnya memberikan pernyataan ke media terkait penutupan Alexis.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menegaskan bahwa kebijakan penertiban tempat hiburan akan disampaikan secara langsung olehnya.
"Sekarang semua saya yang bicara. Bukan ada larangan. Satu pintu, betul," kata Anies.
Kata Bestari, seharusnya Anies tidak perlu menggelar konferensi pers soal penutupan Hotel Alexis. "Enggak perlu katakan, 'A, B, C, D,' gitu lho," ujarnya.
Terlebih, Bestari meyakini masih terdapat sejumlah tempat hiburan malam lain yang diduga melanggengkan praktik prostitusi sebagaimana Alexis. Namun, Anies tampak belum menindak tempat-tempat tersebut.
"Bahkan yang kami lihat berdiri-berdiri itu di Jalan Hayam Wuruk juga harus ditertibkan. Yang sudah kelihatan benar, ada perempuan pakai rok pendek tengah malam, mobil pada berhenti, itu memburuk bagi warga Jakarta," katanya.
Dia menyarankan agar Anies bersedia melimpahkan wewenang kepada bawahannya untuk mengumumkan nama-nama tempat hiburan yang melanggar peraturan daerah (Perda).
Bestari mencontohkan, bawahannya yang terkait antara lain bisa kepala dinas pariwisata dan kebudayaan (Disparbud), kepala dinas pelayanan terpadu satu pintu (DPTSP), wali kota, hingga sekelas camat.
"Harapan saya, gubernur tidak lagi terlalu jauh untuk kemudian menjadi orang terdepan di dalam penutupan ataupun penyikapan yang harus diambil ketika ada satu atau dua kegiatan yang melanggar," katanya.
(ugo/wis)