Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo mengatakan akan membuka pintu seluas-luasnya bagi ulama untuk memberi masukan kepada pemerintah. Dengan catatan, masukan tersebut memang berguna bagi kemajuan daerah maupun negara.
Karena itu, Jokowi memperilakan ulama untuk datang ke Istana jika ingin memberi masukan kepada pemerintahan yang dipimpinnya.
"Kalau memang (ulama) ingin memberikan masukan-masukan atau input-input bagi kebaikan provinsi, kebaikan daerah maupun kebaikan negara ini ya kami akan terima di Istana," ujar Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (3/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi mengatakan, pemerintah pada dasarnya siap menampung masukan dari masyarakat yang kemudian diterjemahkan ke dalam kebijakan-kebijakan tertentu. Sebab, masyarakat yang paling paham akan akar permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
"Masalah yang ada di bawah (masyarakat) kan beliau-beliau (ulama) ini yang mendengar keluhan-keluhan. Jadi, kami menampung dan kemudian membuat kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat," jelas dia.
Adapun, hari ini Jokowi menemui 100 ulama dari Jawa Barat yang berasal dari pimpinan pondok pesantren hingga berbagai pimpinan organisasi masyarakat (ormas) Islam. Pertemuan dilaksanakan sejak pukul 11.00 WIB dan berakhir pukul 13.45 WIB.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat Rachmat Syafei menyampaikan, banyak masukan yang disampaikan ulama kepada Jokowi di dalam pertemuan tersebut. Salah satunya menyangkut implementasi rumah aman bagi anak-anak yang mengalami kekerasan, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dia mengatakan, sampai saat ini program rumah aman ini masih belum berjalan dengan baik di Jawa Barat.
Selain itu, ia bilang masih banyak UU yang sudah disusun namun implementasinya kurang baik di lapisan masyarakat paling bawah. Jokowi, lanjut dia, justru malah berterima kasih kepada ulama karena mau menginformasikan hal tersebut.
"Jadi kamu tidak menjelek-jelekkan, tapi memang sekarang keadaannya seperti itu," jelas dia.
Rachmat melanjutkan, ulama Jawa Barat berpandangan bahwa kritik bagi pemerintah sangat penting demi membangun kebijakan yang bermanfaat. Meski demikian, ia memandang tidak ada masalah besar ihwal kebijakan pemerintah yang dijalankan sejauh ini.
"Pada umumnya, kebijakan pemerintah sudah tepat di jalurnya. Walaupun memang kemampuannya itu tidak bisa mencakup semua (golongan masyarakat). Bagi kami, tingkat kepuasannya ada, meski memang perlu ada kritikan dalam kebijakannya," ujar Rachmat.
 Presiden Jokowi. (BPMI Setpres). |
Minta Kendalikan HoaksSelain soal masukan, dalam pertemuan itu, Jokowi juga meminta ulama untuk mengendalikan persebaran berita hoaks yang bisa meresahkan masyarakat.
Rachmat mengatakan, hal tersebut adalah salah satu poin utama dari pertemuan Jokowi.
Dia menambahkan, Jokowi berpendapat bahwa salah satu tugas ulama adalah mengingatkan masyarakat agar tidak terpancing isu-isu fitnah.
"Arahan Bapak Presiden antara lain bagaimana menolak berita-berita hoaks supaya tidak meresahkan masyarakat. Ulama mempunyai kewajiban untuk mengingatkan bahwa berita-berita itu adalah sangat menyesatkan," ujar Rachmat.
Jokowi sendiri disebutnya tidak membahas secara spesifik ihwal kabar hoaks yang dimaksud. Namun, salah satu yang menjadi konsen Jokowi di dalam pemberitaan hoaks itu adalah dirinya yang kerap disangkutpautkan dengan gerakan komunisme.
"Ya disebutkan bahwa (Presiden) komunis, segala macam. Kalau memang tidak ada datanya, sudah kewajiban kami menyampaikan kepada masyarakat jangan ikut-ikut memfitnah," tutur dia.
Di samping itu, ia menjamin bahwa pertemuan dengan Jokowi tidak ada kaitannya dengan strategi politik jelang Pemilihan Presiden tahun depan. Menurutnya, ulama tidak mengurusi masalah politik, namun tetap memberikan kritik-kritik bagi kebijakan yang dilakukan saat ini.
"Kami tidak membicarakan urusan politik. Hanya kami mendoakan saja, supaya (Jokowi) sehat lahir batin dan bisa melaksanakan tugas negara. Itu saja," tutur dia.
Sebelumnya, Jokowi mengaku jengah dengan pemberitaan terkait hoaks yang belakangan ini menerpa dirinya. Sebagai contoh, Jokowi kerap dibilang sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dianggapnya fitnah yang tak masuk akal.
Sebab, PKI dibubarkan tahun 1965, sementara ia lahir tahun 1961. Di usia yang masih di bawah lima tahun (balita), menurutnya secara logika ia tak mungkin bergabung dengan PKI kala itu.
"Memangnya ada PKI balita? Fitnah ini ngawur. Saya kadang mau marah ya, bagaimana. Kalau tidak marah ya, bagaimana. Serba salah. Tapi kalau tidak diingatkan, akan ada orang yang masih percaya," jelas Jokowi awal bulan kemarin.
(osc)