Jakarta, CNN Indonesia -- Pasca operasi katarak, kondisi penyumbang dana pesawat pertama Indonesia, Nyak Sandang, semakin membaik.
Kakek berusia 91 tahun asal Aceh itu menjalani operasi pada Rabu (28/3), sepekan setelah bertemu Presiden
Joko Widodo di
Istana Negara.
Hari ini Nyak Sandang terlihat gembira. Dia tampak lahap menikmati santap pagi sederhana berupa nasi dan lauk kering.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini baru saja, lima menit yang lalu. Beliau enggak suka disuapin atau pakai sendok. Pakai tangan saja," kata pihak keluarga Nyak Sandang, Maturidi sambil menunjukkan foto terbaru Nyak Sandang yang sedang makan, di
RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Sabtu (31/3).
Walau sudah membaik, Nyak Sandang masih dalam masa pemulihan dan belum bisa keluar dari ruangannya untuk bertemu dengan awak media.
Maturidi menceritakan Nyak Sandang sangat bersyukur atas fasilitas mewah yang diberikan negara untuk pengobatannya. Maturidi mengibaratkan fasilitas itu bak hotel bintang lima.
"Nyak Sandang sangat menikmati fasilitas yang diberikan Presiden di masa tuanya. Bahkan pernah diucap oleh beliau 'apakah ini surga dunia'. Saya enggak tahu fasilitas apa saja, tapi tempatnya nyaman sekali seperti hotel bintang lima keadaan di dalam kamar luar biasa," tutur Maturidi.
Nyak Sandang menempati ruangan di Paviliun Kartika RSPAD Gatot Soebroto. Menurut penuturan salah satu pekerja di rumah sakit itu, ruangan Nyak Sandang merupakan kelas super VIP dengan fasilitas yang lengkap dan ruangan yang lebih luas.
Saat ini, kondisi mata Nyak Sandang telah menunjukkan perbaikan dalam beberapa kali pengujian. Jarak pandang Nyak Sandang sudah mencapai sekitar satu meter walaupun masih agak kabur.
Menurut Maturidi, berdasarkan hasil diagnosa dokter, mata kabur itu merupakan efek dari penggunaan obat berupa salep.
Nyak Sandang masih harus menjalani rawat inap setidaknya hingga Rabu (4/4) mendatang. Dokter akan kembali mengontrol mata Nyak Sandang. Jika membaik, kata Maturidi, Nyak Sandang dapat keluar dari rumah sakit.
Di rumah sakit, Nyak Sandang menghabiskan waktu beristirahat dengan sesekali menghubungi anak dan cucu di Lamno, Aceh. Nyak Sandang merupakan orang tua untuk tujuh anak dan kakek dari 23 cucu.
Ingin melihat wajah ganteng JokowiSetelah operasi katarak dan dapat kembali melihat secara normal, Nyak Sandang memiliki keinginan untuk dapat bertemu kembali dengan Presiden Joko Widodo. Nyak Sandang merasa pertemuan sebelumnya pada Rabu (23/3) masih belum cukup.
"Keinginan beliau setelah operasi ini ingin melihat wajah Jokowi secara langsung. Kalau kemarin cuma salaman, pegangan tangan tapi tidak tahu wajahnya. Katanya, presiden kita ganteng banget jadi ingin lihat langsung," ucap Maturidi.
Maturidi menyebut pascaoperasi, Presiden Jokowi baru mengirimkan perwakilan dari Istana untuk melihat kondisi Nyak Sandang. Perwakilan itu menyampaikan salam dan harapan Jokowi untuk Nyak Sandang.
"Presiden belum memberi lampu untuk pertemuan. Tapi hanya menyampaikan salam bahwa beliau lagi di luar daerah melalui media Istana," kata Maturidi.
 Foto: Biro Pers Setpres/Laily Rachev Presiden Jokowi mengamini sejumlah permintaah Nyak Sandang |
Nyak Sandang juga masih menanti Jokowi mewujudkan keinginannya untuk menunaikan ibadah haji. Menurut Maturidi, Presiden mengajak Nyak Sandang untuk melangsungkan ibadah
umroh terlebih dahulu sampai mendapatkan kuota
haji dari Kementerian Agama.
"Bapak Presiden sempat ngomong sambil menunggu haji,
monggo kita umroh dulu. Tapi itu semua menunggu tindak lanjut Bapak Presiden," ujar Maturidi.
Selain bertemu Jokowi dan naik haji, hal pertama yang ingin dilakukan Nyak Sandang usai keluar dari Rumah Sakit adalah membaca Alquran dan berjalan ke mesjid tanpa harus dituntun.
Nyak Sandang merupakan salah satu penyumbang dana untuk pesawat pertama Indonesia pada 1950. Nyak Sandang yang kala itu masih berusia 23 tahun, bersama orang tuanya menjual sepetak tanah serta 10 gram emas. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada negara.
Sumbangan Nyak Sandang beserta sejumlah masyarakat Aceh lainnya mencapai SGD120 ribu dan 20 kilogram emas murni.
Berkat dana yang terkumpul itu, Indonesia berhasil membeli pesawat Seulawah R-001 dan Seulawah R-002 yang kemudian menjadi cikal bakal
Garuda Indonesia.
(dal)