Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pandeglang Hamdi Maani adalah salah satu orang yang terkena imbas pemberitaan soal potensi tsunami 57 meter yang heboh beberapa waktu lalu. Ia dihujani beragam pertanyaan oleh masyarakat.
Hamdi mengaku banyak warga menanyakan kepadanya soal kebenaran berita tersebut. Karena belum mengetahui betul informasi itu, Hamdi hanya mengimbau warga untuk senantiasa berdoa dan berserah diri kepada Tuhan.
"Saya katakan masyarakat tidak perlu panik karena tsunami [benar] jadi atau tidak, mungkin informasi itu teguran bagi masyarakat Pandeglang untuk mendekat kepada Allah," kata Hamdi dalam diskusi bersama Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) di Jakarta, Rabu (11/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Berdoa. Jangan khawatir, Allah akan menyelamatkan kita. Tentang kematian, kapan pun kita akan mati," lanjutnya.
Hamdi menyebut informasi tersebut juga membawa dampak ekonomi bagi masyarakat Pandeglang. Menurut penuturannya, nelayan di wilayahnya menjadi enggan melaut mencari ikan karena takut.
Dampaknya, kata Hamidi, para ibu rumah tangga di Pandeglang sulit mendapatkan ikan untuk dikonsumsi dan kondisi itu cukup mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat.
Penuturan Hamidi diamini oleh Nawawi yang merupakan Ketua Paguyuban Nelayan Pandelang.
"Secara ekonomi, sebagian besar [nelayan] tidak melaut karena takut. Mereka mendingan cari aman dan tidak melaut," ujar Nawawi.
Nawawi bahkan menyebut psikologis masyarakat Pandeglang terguncang dengan pemberitaan tersebut. Menurutnya, banyak warga yang memilih mengungsi ke daerah lain yang dianggap lebih aman dari tsunami yang konon bisa setinggi 57 meter itu.
"Kalau masalah di wilayah selatan Banten sering gempa, kami sudah biasa. Namun, ketika ada pemberitaan Pandeglang akan diperkirakan terjadi tsunami 57 meter, itu cukup luar biasa," kata Nawawi.
Sebelumnya, sebuah media daring menyebut adanya 'prediksi' tsunami 57 meter di Pandeglang, Banten. Peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko yang menyampaikan hasil penelitan tersebut maklum dengan kesalahpahaman itu.
Dia mengakui bahwa 'prediksi' dan 'potensi' adalah kata yang punya arti tak jauh berbeda di masyarakat awam. Ini ditambah dengan fokus pemberitaan sejumlah media yang menyoroti angka 57 meter.
Padahal judul kajian ilmiah Widjo yang memuat bahan pemberitaan itu secara gamblang tertulis "Potensi Tsunami Jawa Bagian Barat". Namun media justru menangkapnya sebagai prediksi.
Widjo menyebut bahwa masalah tersebut kini menjadi ranah Dewan Pers karena kekeliruan dalam pemberitaan media dianggap memunculkan keresahan dalam masyarakat.
(end)