Megawati Sindir Arogansi Mayoritas dan Isu Proxy War

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Selasa, 17 Apr 2018 19:33 WIB
Ketum PDIP Megawati menyindir arogansi mayoritas dan isu proxy war yang menurutnya mempersempit ruang dialog dan jauh dari nilai yang ditanamkan Sukarno.
Megawati kenang Bung Karno dan sindir arogansi mayoritas. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Indonesia kelima Megawati Sukarnoputri mengkritik kondisi politik dalam negeri yang berisik dan kerap mempersempit ruang kenegaraan serta membuat tenggelam dalam dunia internasional.

Padahal kata Megawati, Presiden pertama Sukarno telah mengingatkan bahwa warga bangsa tidak mungkin hidup sendiri-sendiri.

Ketua Umum PDIP itu menyindir kecenderungan suara mayoritas yang arogan dan selalu ditonjolkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya ini ketua umum partai, kalau mau sombong arogan, itu ada wakil ketua DPR. Saya mengatakan, jangan arogan karena merasa saya mayoritas," kata Megawati dalam Pameran Arsip KAA dan peluncuran buku 'Pidato 29 Pemimpin Asia Afrika di Gedung LIPI, Jakarta, Selasa (17/4).


Kritikan itu muncul saat Megawati bercerita tentang pengalamannya menjadi saksi sejarah tiga peristiwa penting di abad ke-20 yaitu Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955, pidato Soekarno di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) 1960 dan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (KTT GNB) di Beograd tahun 1961.

Megawati menuturkan ketiga peristiwa itu terjadi dalam kurun waktu yang tidak terlalu jauh. Saat KAA, Megawati berusia 8 tahun, di sidang PBB saat Sukarno membacakan pidato, dia berusia 13 tahun dan di KTT GNB Beograd berusia 14 tahun.

Megawati mengatakan saat menjadi delegasi termuda di KTT GNB, dia duduk bersama Perdana Menteri India Jahwarlal Nehru, Perdana Menteri Mesir Gamal Abdul Naser dan ayahnya Sukarno.

"Bayangkan saja saya harus berperan duduk bersama Naser, Bung Karno, Nehru. Masih terekam jelas peristiwa waktu itu yang membuat karakter saya," kata Megawti.


"Saya betul-betul rindu perdebatan argumentatif. Perdebatan yang penuh bermartabat, rasional, bela rasa," tambahnya.

Bung Karno kata dia, yang terlibat dalam tiga peristiwa itu memiliki gambaran bahwa dunia sebenarnya terkoneksi, bukan mengedepankan sikap egoisme mementingkan kepentingan negara sendiri.

Sayangnya, saat ini kata Mega yang terjadi justru banyak praktik yang mempersempit ruang dialog dan konsensus yang pernah dilakukan para pendahulu melalui musyawarah mufakat. Salah satunya dengan perang proxy.

"Saya setiap hari sampai apa ya namanya proxy war? Setiap kali dibilang proxy war, proxy war, apa rakyat kita yang di bawah tahu proxy war? Yang seperti tidak ada ujung pangkal," kata dia.

(dal/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER