Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta membacakan sejumlah fakta hukum yang terungkap dalam persidangan terdakwa korupsi proyek pengadaan e-KTP,
Setya Novanto alias Setnov.
Salah satunya, hakim menyebut Setnov meminta diskon harga satu keping kartu identitas berbasis elektronik itu kepada Johannes Marliem.
Setnov menyampaikan permintaan diskon itu saat melakukan pertemuan dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan Marliem yang merupakan Direktur Biomorf Lone LLC di rumahnya awal 2011.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, Setnov mendapat penjelasan dari Country Manager HP Enterprise Service, Charles Sutanto Ekpradja soal harga
Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merek L-1 yang disediakan Marliem lewat Biomorf Mauritius atau PT Biomorf Lone Indonesia terlalu mahal.
"Kemudian Johannes Marliem menjelaskan bahwa harga produk AFIS L-1 adalah US$0,5 sen atau sama dengan Rp5 ribu. Atas penjelasan tersebut terdakwa Setya Novanto meminta diskon 50 persen," kata anggota majelis hakim Ansyori Syarifudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4).
Menurut hakim Ansyori, atas permintaan Setnov itu, kemudian Marliem memberikan potongan harga sebesar US$0,2 sen atau sama dengan Rp2 ribu per keping e-KTP atau per penduduk.
"Selanjutnya Johannes Marliem, akhirnya memberikan diskon sebesar 40 persen atau US$0,2 sen atau sama dengan Rp2 ribu per penduduk," tuturnya.
Diskon yang diberikan ke Setnov dan anggota DPR periode 2009-2014 sebagai bagian dari komitmen fee sebesar lima persen dari nilai proyek e-KTP. Marliem bekerja untuk Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
Dalam proyek e-KTP, Konsorsium PNRI pada kontrak awal berkewajiban mencetak 172.015.400 keping. Namun realisasinya, Konsorsium PNRI hanya dapat melakukan pengadaan 122.109.759 keping e-KTP.
Sebelumnya, Setnov dituntut jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga dituntut membayar uang pengganti sebesar US$7,4 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan Rp5 miliar subsider 3 tahun.
Tuntutan lain, jaksa KPK meminta agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut Setnov dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
KPK juga menolak permohonan Setnov menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Mantan Bendahara Umum Golkar itu dianggap tak membantu membongkar pihak lain dalam kasus e-KTP.
(pmg/ugo)