Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Setya Novanto alias Setnov bakal menghadapi vonis dalam perkara dugaan
korupsi proyek pengadaan e-KTP hari ini, Selasa (24/4).
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yang dipimpin oleh hakim Yanto serta anggota hakim Emilia Djajasubagia, Anwar, Ansyori Syarifudin, dan Franky Tambuwun.
Setnov telah dituntut jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga dituntut membayar uang pengganti sebesar US$7,4 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan Rp5 miliar subsider 3 tahun.
Tuntutan lain, jaksa KPK meminta agar hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut Setnov dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
KPK juga menolak permohonan Setnov menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Mantan Bendahara Umum Golkar itu dianggap tak membantu membongkar pihak lain dalam kasus e-KTP.
Setnov telah menyampaikan pledoi atau nota pembelaan pada sidang sebelumnya, Jumat (13/4). Ia membantah mengatur proyek e-KTP dari awal pembahasan sampai pengadaan. Setnov mengklaim tak pernah menerima uang dari proyek e-KTP.
Mantan Ketua Fraksi Golkar ketika proyek e-KTP dibahas itu juga mengaku dijebak oleh Direktur Biomorf Lone LLC (almarhum) Johannes Marliem, yang selalu merekam setiap pertemuan dengannya.
Setnov sempat meneteskan air mata saat awal-awal membaca pledoi. Penyampaian pledoi ditutup Setnov dengan membacakan sebuah puisi berjudul 'Di Kolong Meja' yang ditulis oleh Linda Djalil.
 Foto: ANTARA FOTO/Rosa Panggabean Maqdir Ismail berharap Setya Novanto dihukum ringan |
Kuasa hukum Setnov, Maqdir Ismail berharap kliennya dihukum seringan-ringannya. Maqdir juga meminta majelis hakim mempertimbangkan pembelaan yang telah kliennya sampaikan.
"Kami harapkan hakim memutus perkara dengan mempertimbangkan pembelaan, karena menurut hemat kami dakwaan tentang intervensi pak Novanto tidak terbukti," kata Maqdir saat dikonfirmasi lewat pesan singkat.
Selama proses persidangan, terungkap aliran uang proyek e-KTP ke Setnov itu melalui koleganya yang juga pemilik PT Delta Energy Made Oka Masagung dan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Uang yang totalnya mencapai US$7,3 juta itu dikirim secara berlapis melalui sejumlah rekening pribadi maupun perusahaan dan money changer yang ada di dalam maupun luar negeri.
Jatah dari proyek e-KTP itu ditransfer oleh Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan almarhum Johannes Marliem, pada akhir Desember 2011 sampai Februari 2012.
Tak hanya itu, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong mengaku dirinya bersama Johannes Marliem memberikan jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai US$135 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar (kurs rupiah tahun 2012) kepada Setnov.
Jam tangan yang diberikan sebagai kado ulang tahun Setnov pada November 2012, dikatakan Andi sebagai ucapan terima kasih pihaknya lantaran mantan Ketua Fraksi Golkar itu telah membantu pemulusan anggaran proyek e-KTP tahun 2011-2013.
Meskipun demikian, Setnov tak mengakui telah melakukan korupsi dalam proyek milik Kementerian Dalam Negeri itu. Namun, dia telah mengembalikan uang sekitar Rp5 miliar sebagai bentuk tanggung jawab terhadap Irvanto, yang merupakan keponakannya.
(dal)