Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim kasus dugaan perintangan penyidikan
kasus e-KTP, JM Lumban Gaol, mengingatkan saksi, yang merupakan staf teknologi informasi (TI) RS Medika Permata Hijau tidak sembarangan menyebar rekaman CCTV. Sebab, hal itu merupakan alat bukti penting untuk pengusutan kasus yang menyeret mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi dan dokter Bimanesh Sutarjo.
Hari ini karyawan Bagian Teknologi Informasi RS Medika Permata Hijau, Putra Rizki Ramadhona, memberikan keterangan di Pengadilan TIpikor Jakarta sebagai saksi dalam persidangan dugaan menghalangi penyidikan penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Frederich Yunadi. Rizki merupakan orang yang bertanggung jawab dalam pengoperasian CCTV di rumah sakit yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari lokasi kecelakaan mobil Setya Novanto pada November 2017 silam.
"Hati-hati ini kalau ada yang ingin meminta [rekaman] itu lagi karena ini sudah jadi perkara. Jangan coba-coba memberikannnya," kata Hakim JM di Pengadilan Tipikor, Jakarta , Senin (30/4)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, JM memperbolehkan kepada Rizki untuk memberikan rekaman untuk kepentingan pengadilan. JM menyebut KPK dan pengadilan boleh meminta rekaman tersebut.
JM mengatakan tidak berprasangka bahwa Fredrich akan meminta rekaman tersebut. Akan tetapi, dia hanya mengingatkan agar tidak menyebarkan barang bukti sembarangan.
"Saya tidak menyebutkan diminta oleh terdakwa ya. Saya tidak menyebutkan, siapa tahu diminta kan tapi saya tidak berwenang mengadili," ujar JM, yang merupakan anggota Hakim Pengganti ini.
JM pun meminta agar rekaman tersebut diamankan dengan baik. Terutama rekaman pada tanggal 16 sampai 17 November 2017.
"Yang penting tolong diamankan, kita butuh itu. Yang asli di server dan yang duplikat dengan yang diberikan ke KPK. Supaya aman. Itu alat bukti yang sangat menentukan," jelas JM
Sebelumnya dalam persidangan, Fredrich dan tim kuasa hukumnya mempersoalkan keabsahan rekaman CCTV RS Medika Permata Hijau sebagai barang bukti dalam persidangan.
Pasalnya KPK menggunakan surat perintah untuk penyidikan Setya Novanyo tanggal 30 Oktober 2017 untuk mengambil rekaman. Padahal seharusnya KPK menggunakan surat perintah untuk mengambil barang bukti pada 17 November 2017. Oleh karena itu, pihak Fredrich menilai barang bukti tidak didapatkan secara sah berdasarkan UU Pengadilan Tipikor pasal 28.
(arh/kid)