Jakarta, CNN Indonesia -- Perkembangan program kerjasama pembuatan pesawat tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) antara Indonesia dan Korea Selatan hingga saat ini belum menemui titik terang.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Totok Sugiharto mengatakan pihaknya bakal meninjau ulang perjanjian proyek pengembangan pesawat tempur yang bernilai investasi mencapai 8 miliar dollar AS itu.
"Soal itu sekarang kita kaji ulang lagi masalah perjanjiannya atau MoU nya," kata Totok kepada wartawan di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (30/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Totok menyebut bahwa salah satu alasan kesepakatan itu perlu dikaji ulang karena Indonesia ingin agar alih teknologi pesawat itu dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Indonesia tak ingin hanya sekadar memproduksi semata. Tapi juga ingin teknologi dalam pesawat itu juga terdistribusi sepenuhnya.
"Jadi tak semata-mata menguntungkan pihak luar, jadi transfer teknologinya itu bisa dilakukan di Indonesia. Jadi bisa menguntungkan pihak Korea dan menguntungkan pihak Indonesia," ungkapnya.
Tak hanya itu, Totok juga mengungkap bahwa ada beberapa komponen teknologi jet tempur dalam proyek itu yang tak 'direstui' oleh pihak Amerika Serikat.
Sebab, beberapa komponen teknologi pesawat tempur itu masih membutuhkan peralatan teknologi dari AS. Meski demikian, Totok enggan untuk menyebutkan detil komponen tersebut.
"Ada peralatan yang tak diberikan kepada kita, ya dari pihak Amerika itu yang
ngga boleh," ungkap Totok.
Meski begitu, Totok menegaskan bahwa tak ada persoalan anggaran dalam proyek tersebut. Ia mengatakan bahwa perjanjian itu sudah dilakukan dan pihak pemerintah Indonesia sudah menyetor sejumlah uang.
"Perjanjian kan sudah, tapi kalo berapa persen [anggaran yang dibayar] takut salah, secara nominal saya belum tau itu," kata dia.
Meski begitu, Totok optimis bahwa kerjasama proses kerja pembuatan pesawat tempur itu dapat berjalan hingga target 2026 mendatang tercapai.
Sebelumnya, proyek pengembangan pesawat tempur Korea Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) yang dikerjakan Indonesia bersama Korea Selatan pernah tertunda pada 2009 silam.
Kemudian baru pada 7 Januri 2016 Indonesia dan Korea Selatan menandatangani
cost share agreement untuk proyek tersebut.
Ada tiga fase pembuatan KF-X/IF-X, yaitu pengembangan teknologi atau pengembangan konsep (
technology development), pengembangan rekayasa manufaktur atau pengembangan prototipe (
engineering manufacturing development), dan terakhir proses produksi massal.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sempat mengungkapkan Indonesia belum membayar 20 persen dari total biaya pengerjaan KF-X/IF-X fase kedua seperti yang telah disepakati dalam kontrak.
Pada fase kedua pembuatan purwarupa tersebut Indonesia harus membayar 20 persen dari total biaya sebesar Rp18 triliun atau 1,65 triliun won (US$1,3 miliar). Sementara 80 persen sisanya ditanggung pemerintah Korsel. Total dana yang dikeluarkan kedua negara untuk penggarapan fase kedua ini sebanyak 8,6 triliun won.
Direncanakan, pada 2020 pesawat tempur tersebut sudah bisa diproduksi, dan pada 2025 diharapkan sudah bisa beroperasi.
(eks/arh)