Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM menyatakan sejumlah narapidana teroris yang dipindahkan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan)
Mako Brimob Depok sudah ditempatkan di tiga
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
"Tahanan dan napi teroris dari Mako Brimob saat ini sudah dipindahkan ke tiga lapas di Nusakambangan, yaitu Lapas Pasir, Lapas Batu dan Lapas Besi," kata Kabag Humas dan Protokol Ditjen PAS Kemenkumham Ade Kusmanto seperti yang dilaporkan
Antara, Jumat (11/5).
Ade mengatakan bahwa pemindahan para napi teroris dari Mako Brimob ini sebenarnya sudah masuk daftar dan tinggal menunggu waktu, namun kerusuhan yang mengakibatkan korban 6 tewas pada Selasa (8/5) malam lebih dulu terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses pemindahan, imbuh Ade, mempertimbangkan hasil
assesment risiko dan kebutuhan. Menurut dia hasil
assesment tersebut diharapkan tidak salah menempatkan orang sehingga proses deradikalisasi berjalan optimal.
"Jadi mana yang harus ditempatkan di Lapas
high risk dan siapa saja yang bisa ditempatkan di lapas-lapas lainnya. Namun sebelum pelaksanaan pemindahan, mereka ternyata sudah berbuat kerusuhan di Mako Brimob," katanya.
Ade mengungkapkan bahwa napi Teroris tidak hanya ada di Mako Brimob, tetapi tersebar di 108 Lapas dan satu Rutan yang jumlahnya mencapai 270 orang. Ade menjelaskan sebelum ada lapas
high risk, para napi teroris tersebut ditempatkan di lapas umum.
Selama di lapas umum, beberapa tokoh utama pelaku terorisme kerap mempengaruhi beberapa napi umum untuk bergabung dengan kelompoknya dan membuat permufakatan sesama napi teroris tanpa sepengetahuan petugas.
"Hal ini berbahaya karena bisa menyebarkan paham radikal," jelasnya.
Untuk menghindari penyebaran faham radikal dan pengendalian aksi teroris di dalam lapas, maka Kemenkumham membangun lapas
high risk khusus teroris di Nusakambangan. Berkat upaya tersebut, tokoh teroris seperti Umar Patek di Lapas Porong Jawa Timur sudah mau kembali setia pada NKRI dan mengibarkan Bendera Merah Putih.
Dia mengatakan mayoritas napi teroris di dalam Lapas yang masih kuat fahamnya cenderung mengasingkan diri, menutup diri, tidak mau menyatu dengan napi lainnya.
"Beribadah pun mereka tidak mau bergabung dengan orang lain yang bukan kelompoknya. Mereka menganggap orang lain 'thogut'. Butuh waktu untuk melunakannya, tidak sehari atau sebulan bahkan setahun, hati dan pikiran mereka tertutup untuk kelompok lain," kata Ade.
(dal/sur)