Jakarta, CNN Indonesia --
Ledakan bom terjadi di tiga gereja berbeda di
Surabaya secara hampir bersamaan pada Minggu (13/5) pagi. Bom meledak saat jemaat melakukan ibadah misa dan menewaskan sembilan orang serta 40 orang luka-luka.
Menanggapi peristiwa tersebut, Vikjen Keuskupan Surabaya Romo Tri Budi Didik memohonkan pengampunan bagi para pelaku yang meledakkan bom di tempat ibadahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Romo Tri juga meminta para jemaat dan seluruh warga Surabaya untuk tetap tenang dan tak panik menghadapi teror tersebut. Dia juga mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak menyebarkan gambar dan video yang justru akan meningkatkan kecemasan massal.
"Kami memohonkan ampun bagi para pelaku, tetap tenang dan sebaiknya tak menyebarkan gambar dan video karena justru akan menyebar teror," katanya saat dihubungi CNN Indonesia TV, Minggu (13/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan rasa terima kasih atas simpati yang diberikan, dan berharap seluruh pihak mendoakan para korban yang terkena dampak ledakan bom. Berdasarkan laporan yang dia terima, seluruh korban telah dievakuasi dan mendapat perawatan intensif.
Komisaris Besar Polda Jawa Timur Frans Barung Mangera menyebutkan ledakan terjadi di tiga tempat yakni, di depan Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel utara, GKI Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Sawahan di Jalan Arjuno, Surabaya. Peristiwa terjadi sekitar pukul 07.00 saat jemaat sedang beribadah, dengan selisih waktu hanya sekitar lima menit.
PGI: Pemimpin Agama Harus Waspada
Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom menyayangkan peristiwa ledakan diduga bom bunuh diri yang terjadi di tiga gereja di Surabaya.
Menurutnya, tindak kekerasan dengan alasan apapun, tidak akan pernah mampu menyelesaikan masalah selain hanya akan menyebabkan aksi kekerasan lanjutan.
"Oleh karena itu, para pemimpin agama perlu lebih serius mewaspadai munculnya para pendukung kekerasan dan tindak terorisme ini dengan berbalutkan penginjil atau pendakwah," kata Gomar dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/5).
Gomar menegaskan tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan dan pembunuhan. Agama apa pun, kata dia, mengajarkan kemanusiaan, damai dan cinta kasih.
"Kesesatan berpikirlah yang membawa penganut agama melakukan kekerasan dan tindak terorisme," ujarnya.
Gomar menilai gerakan deradikalisasi yang dicanangkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan sia-sia jika masyarakat justru memberi 'panggung' kepada para pemimpin agama yang menyebarkan paham radikalisme dan kekerasan lewat dakwah-dakwahnya.
"Olehnya, saya menghimbau kepada para pemimpin agama dan masyarakat untuk tidak memberi angin dan simpati kepada pelaku kekerasan dan terorisme, apa pun motifnya," kata Gomar.
Gomar juga mengimbau masyarakat untuk menghentikan penyebaran foto dan video karena itu justru tujuan teroris, yakni menebarkan rasa takut di tengah masyarakat.
Kemudian, Gomar meminta kepada seluruh elit politik dan tokoh masyarakat agar menghentikan komentar yang justru memperkeruh keadaan.
"Janganlah menggunakan peristiwa kekerasan dan tindak terorisme ini untuk menangguk kepentingan politik dan sesaat, karena harga yang sedang dipertaruhkan adalah masa depan bangsa," ujar Gomar.
"Kita tak perlu takut menghadapi ancaman terorisme ini tetapi menyerahkan sepenuhnya kepada penanganan oleh negara," lanjutnya.
(lav)