Tangkal Terorisme, Pengajar Harus Belajar Nilai Kebangsaan

Bintoro Agung | CNN Indonesia
Sabtu, 26 Mei 2018 04:20 WIB
Akademisi Muslim Azyumardi Azra mengimbau tenaga pengajar di kampus mendapat pelatihan kembali soal nilai kebangsaan untuk menangkal terorisme.
Mantan Rektor Univ UIN Azyumardi Azhar (kiri) mengimbau tenaga pengajar di kampus mendapat pelatihan kembali soal nilai kebangsaan untuk menangkal terorisme. (Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Akademisi Muslim Azyumardi Azra mengimbau tenaga pengajar di kampus mendapat pelatihan kembali soal kebangsaan. Tuntutan Azyumardi itu terkait dengan temuan sejumlah pengajar yang diduga terpapar paham di radikalisme.

"Harus ada diklat tentang ke-Indonesiaan, jadi antara keagamaan dan ke-Indonesiaan, karena sampai saat ini masih banyak yang mempertentangkan antara keimanan, keagamaan, dan ke-Indonesiaan," ujar mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu saat menghadiri diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/5).
Akademisi bergelar profesor itu memandang serius keberadaan tenaga pengajar di institusi pendidikan, terutama perguruan tinggi, yang cenderung simpatik pada paham radikal.

Azyumardi mencontohkan ketika peristiwa pengeboman di Surabaya beberapa waktu lalu terjadi, ada sejumlah dosen yang meyakininya sebagai rekayasa belaka dari pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan paham radikal mendapat tempat di kalangan dosen kampus. Salah satu di antaranya adalah pelatihan mengenai kebangsaan yang sudah lama tak mereka sentuh. Jika dibandingkan dengan pelajar yang masih menerima materi kewarganegaraan, posisi pengajar ini masih rentan.

"Yang tidak pernah dapat pelatihan itu ya dosen dan guru. Paling mereka menerimanya saat pendidikan prajabatan PNS. Setelah itu berpuluh tahun tidak lagi memperoleh materi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika mengenai NKRI," imbuh Azyumardi.
"Makanya sebagian dari mereka terpapar paham-paham praksis transnasional yang radikal."

Ia mendorong Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, dan Kementeria Pendidikan dan Budaya untuk mencegah paham radikal masuk lebih jauh di lingkungan kampus.

Belum lama ini, Guru Besar Universitas Diponegoro Dr. Suteki menghadapi sidang etik karena diduga melanggar etika. Penyebabnya adalah dia mengunggah materi yang mempersoalkan pelarangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai ormas melalui media sosial Facebook.
Ketika ditemui CNN Indonesia pada Kamis (24/5), Suteki masih beraktivitas di kampus Program Magister Ilmu Hukum Undip Jalan Imam Barjo Semarang. Suteki malah menyampaikan kekecewaannya kepada masyarakat yang seolah menghakiminya. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER