Kronologi Bupati Halmahera Timur Terima Suap Rp6,3 Miliar

FHR | CNN Indonesia
Kamis, 07 Jun 2018 04:15 WIB
Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudi Erawan didakwa menerima suap Rp6,3 miliar dari Amran HI Mustary.
Ilustrasi. (Foto: Thinkstock/Wavebreakmedia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudi Erawan didakwa menerima suap Rp6,3 miliar dari Amran HI Mustary. Ia memberikan uang karena Rudi telah menjembatani kepentingannya menjadi Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.

"Menerima hadiah uang sejumlah Rp3 miliar dan Rp2,6 miliar dalam mata uang dolar Amerika Serikat, Rp500 juta dan Rp200 juta dalam bentuk dolar Singapura dari Amran," kata Jaksa Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/6).

Menurut Jaksa, Amran sebelumnya sering berkomunikasi dengan Rudi yang juga menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Maluku Utara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Mei 2015, keduanya bertemu di Jakarta. Saat itu, Amran meminta Rudi turut membantu pencalonan dirinya sebagai kepala BPJN. Jika berhasil, Amran berjanji mengusahakan program Kementerian PUPR masuk ke wilayah Halmahera Timur. Selain itu, akan memberikan dana untuk keperluan Rudi.
"Terdakwa (Rudi) bersedia membantu dan menyampaikan 'nanti ada pendekatan dengan orang yang punya akses ke dalam'," kata Jaksa.

Selanjutnya, Rudi bertemu dengan Edwin Huwae selaku ketua DPRD Provinsi Maluku. Saat itu Rudi meminta dukungan Edwin untuk mengusulkan Amran menjadi kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Edwin pun menyetujui permintaan itu.

Di waktu lainnya, Rudi mengatakan kepada Amran bahwa usulan diserahkan ke DPP PDIP lewat fraksi PDIP dan menyarankan Amran bertemu Bambang Wuryanto selaku anggota DPR RI fraksi PDIP.
Sekitar akhir Mei, Rudi menemui Bambang di Gedung DPR untuk menyerahkan curriculum vitae (CV) Amran. Selanjutnya Bambang meneruskan CV itu kepada Damayanti Wisnu Putranti dan meminta agar usulan ini disampaikan ke Kementerian PUPR.

Damayanti pun menyampaikan ke Taufik Widjoyono selaku Sekretaris Jenderal dan Hediyanto W Husaini selaku Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR.

Atas peran Rudi, Amran ditetapkan sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara oleh Kementerian PUPR. Selanjutnya, Amran berkeinginan merealisasikan janji kepada Rudi. Ia kemudian mengumpulkan uang dari para pengusaha kontraktor yang biasa menjadi rekanan BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.

Diantaranya, dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng. Selain itu, dari Henock Setiawan, Hong Arta John Alfred dan Charles Frans alias Carlos.

Uang Suap Digunakan untuk Rapimnas PDIP

Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa uang yang diterima Rudi diduga digunakan untuk membiayai Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PDI Perjuangan di Jakarta.

Pada Januari 2016, Rudi menghubungi kontraktor Imran S Djumadil dan menyampaikan kebutuhan dana untuk penyelenggaraan Rapimnas PDI-P. Selanjutnya, Imran menghubungi Amran dan Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir serta kontraktor lainnya, yakni Hong Arta John Alfred.

Kedua pengusaha itu masing-masing diminta memberikan uang Rp100 juta. Selanjutnya, oleh Amran dan Abdul Khoir, uang itu diserahkan kepada Mohammad Arnes Solikin Mei yang merupakan ajudan Rudi.
"Uang diberikan di kantin belakang Kementerian PUPR sejumlah SGD 20.460 atau senilai Rp200 juta," kata Jaksa.

Dalam kasus ini, Rudi didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 dana Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan Amran sudah divonis enam tahun penjara dan denda Rp800 juta subsidier empat bulan kurungan. (age)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER