Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden RI pertama
Sukarno pernah dituding kafir ketika masa mudanya. Namun, ia bersikap tegas dan tak menyerah pada stigma serta mempertahankan pendapatnya.
Hal itu terjadi ketika Sukarno sedang berada di pelaminan bersama calon istrinya, Siti Oetari, putri Haji Oemar Said Tjokroaminoto dan penghulu di Surabaya, pada 1921. Kala itu Sukarno baru genap 20 tahun, sementara Oetari masih berusia 16 tahun.
"Waktu itu penghulu enggan menikahkan karena Sukarno memakai jas dan dasi," kata sejarawan Bonnie Triyana dalam diskusi pemikiran Soekarno mengenai Islam di Megawati Institute, Jakarta, Rabu (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, sebagian umat Islam saat itu masih memandang jas dan dasi sebagai budaya Barat sekaligus simbol orang kafir.
Sukarno langsung bersikap tegas atas penolakan sang penghulu. Ia tidak terima mendapat stigma kafir hanya karena mengenakan jas dan dasi.
"Kata Bung Karno, 'Saya lebih baik batal kawin kalau begitu'," lanjut Bonnie.
Pernikahan pada akhirnya kemudian berlanjut. Itu merupakan pernikahan pertama bagi Sukarno. Selepas kepergiannya dari Surabaya, pernikahan itu akhirnya kandas setelah berumah tangga selama dua tahun.
Hal itu, menurut Bonnie, merupakan cerminan dari pemikiran Sukarno yang cukup progresif terhadap Islam di masanya.
Menurut Hamid Basyaib dari Balai Pustaka, Sukarno punya pandangan terhadap Islam yang cukup sekuler. Cara pandangnya tersebut dianggap sedikit banyak menyerupai Mustafa Kemal Attaturk dari Turki dan sejumlah tokoh besar dunia lain.
"Salah satu
crusading [usaha kampanye]-nya Sukarno adalah menyelaraskan agama dengan iptek," ujar Hamid.
(arh/pmg)