Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai (LPSK) berharap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat memperhatikan lebih para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Kami membutuhkan dukungan pemerintah baik anggaran dan SDM supaya korban dapat merasakan pemerintah memiliki kepedulian dan ingin menyelesaikan pelanggaran HAM," kata Abdul Haris di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (8/6).
Harapan tersebut, katanya, disampaikan langsung kepada Jokowi dalam pertemuan tertutup di Istana Merdeka tadi. Pertemuan tak berlangsung antara dua pihak, karena turut pula ikut sejumlah pejabat seperti Menkumham Yasonna Laoly, Mensesneg Pratikno, dan Seskab Pramono Anung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Abdul Haris menyatakan LPSK sesuai tugas pokok dan fungsinya sudah memperhatikan korban dengan memberikan hak layanan medis, psikologi, psikososial, serta kompensasi.
Namun, sambungnya, hal itu belum maksimal dan belum bisa dirasakan semua korban pelanggaran HAM berat masa lalu karena keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia.
"Kami sampaikan kepada beliau (Jokowi) selain mencari pelaku, tidak kalah penting menangani korban. Mereka cukup lama menderita dan membutuhkan perhatian negara," tuturnya.
Ia memperkirakan membutuhkan beberapa miliar untuk melayani korban peristiwa 1965-1966, Talang Sari, Trisakti, hingga Semanggi I dan II.
Menurutnya, hal itu bisa terealisasi maksimal apabila seluruh kementerian seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja, serta Kementerian Kesehatan bisa bekerja sama atas instruksi Presiden.
"Beliau setuju. Tapi kami menunggu seperti apa realisasinya. Tapi beliau sangat memberi perhatian baik. Penanganan terhadap korban tidak boleh berhenti supaya penderitaannya sedikit demi sedikit dapat dipulihkan," ucap Abdul Haris.
(kid)