Masinis Kereta Api, Rela Tak Lebaran Demi Antar Pemudik

DZA | CNN Indonesia
Rabu, 13 Jun 2018 09:08 WIB
Sama seperti pekerjaan lain, menjadi masinis merupakan pilihan dengan resiko yang besar. Salah satunya tak bisa lebaran demi mengantar pemudik.
Ahmad Fauzi rela tak berlebaran di rumah demi tugas mengantar segenap warga mudik ke kampung halaman dengan moda kereta api. (CNN Indonesia/Aulia Diza)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menjelang sore itu, Ahmad Fauzi tengah berkoordinasi dengan asisten masinis, Soleha Ibnuh. Keduanya akan berbagi ruang kabin lokomotif Kereta Api Mataremaja relasi Stasiun Pasar Senen-Malang Kota Baru selama beberapa jam ke depan.

Sudah delapan tahun Fauzi menjadi masinis. Banyak suka duka selama ia menjalani profesi ini. Salah satunya ketika momen arus mudik lebaran tiba. Sudah jadi tanggung jawab dan risiko pekerjaan, ia kerap tak bisa berkumpul bersama keluarga saat lebaran tiba.

Seperti tahun ini, ia mengemban tugas mulia dari kabin lokomoitf, rela tak berlebaran dengan keluarganya demi mengantar pemudik lebaran bersama keluarga di kampung halaman. Ia juga sama sekali tak mengeluh tak dapat pulang ke tanah kelahiran, Cirebon, Jawa Barat.

"Tahun ini saya mengemban tugas untuk mengantarkan penumpang ke kampung halaman ketika di hari lebaran. Bagi saya ini tugas mulia, bisa mengantarkan penumpang bertemu keluarganya di kampung halaman dengan selamat," kata Fauzi saat ditemui CNNIndonesia.com di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Selasa (12/6).

Fauzi merasa bangga menjadi seorang pengemudi kereta api. Selain bisa menikmati perjalanan jauh, dia merasa lega ketika melihat penumpangnya tersenyum bisa sampai tujuan dengan selamat. Bagi dia, mengendalikan dan mengendarai 'ular besi' merupakan amanah dari Sang Pencipta.

"Tenang sama bangga, mbak. Saya juga nggak ada iri dengan mereka (penumpang) yang bisa berkumpul dengan keluarganya. Ini amanah dari Tuhan," kata Fauzi.

Menjadi masinis pilihan berat. Sama dengan jenis pekerjaan lainnya, keputusan yang diambil Fauzi ini tentu punya dampak terhadap orang sekitar, terutama keluarga.

Istri yang baru dinikahi dua tahun lalu sudah menerima risiko bersuamikan seorang masinis. Pun dengan kedua orang tuanya yang juga legowo dengan jalan yang dipilih anaknya.

Sesekali dia tersenyum ketika mengenang masa lalunya saat mengambil keputusannya menjadi seorang masinis. Dia menghabiskan dua tahun pendidikan masinis di Balai Yasa PT KAI yang berada di Yogyakarta.

Sebenarnya, dia selesai mengemban pendidikan masinis hanya enam bulan. Namun setelah itu, pria kelahiran 29 tahun yang lalu tersebut menjalankan masa uji coba masinis dengan kereta api jarak dekat.

Hanya ada satu ketakutan yang dia rasakan menjadi masinis, yakni ketika kereta api mengalami kendala dan penumpang harus menunggu lama sampai kereta selesai diperbaiki. Fauzi tak mau penumpangnya harus merasakan kekecewaan dengan pelayanan kereta api karena kendala teknis.

"Kendala teknis memang kadang ada, saya takut juga buat penumpang kecewa nungguin lama, tapi gimana lagi buat keselamatan dan kenyamanan buat mereka juga," tutur Fauzi.

Masinis Kereta Api, Rela Tak Lebaran Demi Antar PemudikSoleha Ibnuh, salah satu asisten masinis yang bertugas di angkutan lebaran Kereta Api Indonesia, Jakarta. (CNN Indonesia/Aulia Diza)

Risiko Pekerjaan

Senada dengan , sebagai asisten masinis Ibnuh juga tak bisa lebaran dengan keluarga. Dia juga bangga karena bisa mengantar pemudik merayakan lebaran di kampung halaman dengan selamat.

"Bangga pasti, bisa nganterin penumpang selamat. Ya walaupun iri pada libur pas lebaran sebenarnya, tapi gimana lagi ini memang risiko pekerjaan saya," kata Ibnuh.

Ibnuh mengatakan, ini bukan kali pertama ia bertugas di Hari Raya Idul Fitri. Bukan hanya lebaran saja, libur dan tanggal merah lainnya pun ia tetap bertugas.

"Nggak masalah, sudah bisa menerima risikonya," kata Ibnuh soal tak bisa merayakan Idul Fitri di rumah karena bekerja melayani angkutan mudik lebaran.


Kebetulan lebaran tahun ini, istri dari pria berumur 34 tahun tersebut juga harus berjaga di salah satu rumah sakit tentara di Kabupaten Cirebon sebagai seorang perawat.

"Istri kebetulan juga jaga karena dia perawat. Ya jadinya anak dititipin ke mertua," kata Ibnu.

Tugasnya sebagai asisten masinis memerlukan kepekaan. Dia harus memperhatikan persinyalan di sepanjang jalur. Dia harus terus berkomunikasi dengan demi kelancaran perjalanan.

Ibnuh bercerita awal mulanya menjadi seorang asisten masinis jauh beda dengan pendidikan kuliahnya di jurusan hukum di salah satu universitas swasta di Bandung. Karena dia lebih menyukai permesinan, khususnya kereta, dia memutuskan menempuh pendidikan lagi yang bertolak belakang dengan gelar sarjananya.

"Strata satu saya hukum, tapi saya suka mesin, apalagi mesin kereta api. Ya akhirnya mau ambil sekolah lagi jadi masinis di Jogja," kata Ibnu sambil tertawa saat mengenang masa pendidikan masinisnya enam tahun lalu. (osc/kid)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER