Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal
Tito Karnavian mengaku telah mengeluarkan beberapa telegram rahasia (TR) jelang
Pilkada serentak. Salah satunya, melarang aparat mendokumentasikan hasil perhitungan Pilkada.
"Tidak boleh mendokumentasikan data sampai ke media. Tapi ini untuk kepentingan internal sendiri terkait sengketa pemilu," kata Tito di Mabes Polri Jakarta, Senin (25/6).
Tito menjelaskan bahwa biasanya, usai Pemilu ada laporan ke bagian penegakan hukum terpadu (gakumdu). Namun, Tito enggan menjadikan dokumentasi yang didapat aparat sebagai barang bukti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kalau ke pidana saya enggak ingin jadi barang bukti. Tapi kalau dari unsur kejaksaan bisa jadi referensi," ungkap dia.
Alasan Tito mengeluarkan perintah ini adalah menghindari perspektif negatif masyarakat terkait netralitas polisi. Tito juga dengan keras sudah memperingati bawahannya terkait netralitas dalam politik dengan sejumlah ancaman.
"Kami sudah sampaikan TR untuk netralitas berikut sanksinya, di antaranya sanksi ringan, teguran, pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Saya sudah mengambil langkah," tutup dia.
Adapun surat telegram yang tersebar itu bernomor STR/404/VI/OPS.1.3.2018 per tanggal 22 Juni 2018. Dalam surat tersebut Tito meminta aparat untuk menjaga profesionalitas dan netralitas, salah satunya soal dokumentasi penghitungan suara.
"Petugas Polri PAM TPS dikarang melakukan pencatatan dan mendokuemntasikan hasil perhitungan suara.Petugas Polri PAM TPS dilarang mempengaruhi masyarakat tang akan memberikan suaranya," perintah Tito dalam surat tersebut.
(agi)